Diberdayakan oleh Blogger.

Dalam Sunyi Kusapa Munir

Foto Munir
Namamu, Munir
Munir Said Thalib Al-Kathiri

Kau lahir sebagai bukti nyata
betapa Tuhan memang tak pernah bosan dengan manusia 

Itulah sebabnya, kelak
bila ada kabar mengenai seseorang
yang nyawa kehidupannya sengaja dihilangkan
kau tak akan pernah berhenti, menuntut penuh teriak

Dengan kumis
bertengger di atas bibirmu yang tipis
(mungkin) kau terlihat sebagai lelaki manis
meski hidupmu harus berakhir dengan tragis

Tanggal 8 Desember 1965
pada sebuah kota dingin
kota Batu namanya
kau dilahirkan

Dan sungguh merupakan pilihan yang tepat
saat kedua orangtuamu memberi nama “Munir”
sebuah kata bermakna ‘yang terang’
pengusir selubung kegelapan
penerang dan pembuka segala yang ditutup-tutupi dan coba dirahasiakan

Nama itulah yang membuatmu seperti dituntun
untuk menjadi penasehat hukum,
advokat dan sekaligus pengungkap kasus-kasus pembunuhan penuh selubung

Munir! Meski dengan tubuh kurus kecil dan sederhana
namun teramat besar rasa cintamu pada keadilan sesama manusia
bila kedua matamu melihat orang-orang ditindas hak-haknya
kau sanggup menghapus kata jeda dari seluruh waktu yang kau punya
kau akan terus meradang
berdiri pada garis garda paling depan
menabik dada pada pongahnya kekuasaan

Tak peduli meski ke dadamu diarahkan
moncong senapan terkokang

Andai semua orang bisa mendengar
degup dada tipismu itu, Munir
gentanya mungkin hanya melantangkan sebuah gema
“Jangan ada kedzaliman, ketidakadilan dan penindasan bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Tahun demi tahun
kau lalui untuk menyuarakan
keadilan yang terngungun-ngungun

Pada kasus Nipah 1993 di Sampang
kau tak tinggal diam
empat orang petani yang mati ditembak
karena menolak lahannya dirampas untuk sebuah proyek waduk
bagaimana mungkin kejahatan itu akan kau biarkan
berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan?

Bagimu, ketika Tuhan memberikan nyawa pada seseorang
maka adalah kejahatan besar bila ada pihak lain
apalagi hanya atas nama kepentingan pembangunan
berusaha merenggutnya
secara paksa
 
Kau hibahkan seluruh waktumu
untuk menguak kasus itu
dan seperti yang kita ketahui hari ini
ketika ambisi kekuasaan telah sempurna kawin
dengan aparat bermental preman
kebenaran dan ketidakbenaran
bukan soal yang diutamakan

Di tahun 1994
kau pun lantang berteriak
meradang atas Marsinah yang terkapar
oleh kekejaman yang diduga dilakukan meliter

“Oh, Marsinah
kau memang seorang buruh rendah
kau hanya coba berjuang
meminta kejelasan atas rekanmu yang dipecat sewenang-wenang,
tetapi tangan-tangan kekar yang mencekik jiwa juangmu itu
telah menyarangkan ngilu ke ulu hatiku”

Munir! Kau yang mengerti hukum
kau yang memahami bagaimana mendudukkan keadilan
di atas singgasana yang bernama kemanusiaan
benar-benar tak mau hanya duduk berpangku tangan”

Kami tahu, sepenuh hati kau membela yang lemah
segelegak darah juangmu kau marah
telunjukmu selalu mencari sasaran kepada siapa saja
yang jadi penyebab atas kematian Marsinah salah satunya

Lalu, kami pun ingat akan peristiwa
yang pernah terjadi di tahun 1995
beberapa orang di Pasuruan
ditangkap aparat keamanan
mereka yang hanya sebagai rakyat petani biasa
diduga dalang pengerahan massa
mereka dituduh otak pengrusakan
beberapa fasilitas perusahaan asing

“Tetapi tunggu, gertakmu
ketika rakyat bergerak dengan kekuatan penuh gelombang
pasti ada motif mendasar yang jadi alasan
aparat atau siapapun tak bisa menuduh semaunya
tanpa mau mengerti fakta yang sebenarnya”

Itulah sebabnya kau kembali bergerak
bukan atas suruhan berbagai pihak
melainkan atas nama kebenaran
yang memang selalu kau perjuangkan

Tetapi lihatlah, Munir
mereka rupanya terlalu takut dengan kebenaran
yang coba kau perjuangkan

Dengan berbagai macam cara
mereka mencoba menghentikan langkahmu

Teror demi teror mereka lancarkan
namun, apakah kau jadi keder jiwa?

Tidak, Munir
di depan matamu yang bulat itu, teror dan ancaman
jauh lebih kecil dibanding kebenaran

Kami tahu, ketika kau memutuskan berdiri di pihak yang benar
ancaman dan teror tak akan sanggup membuatmu gemetar

Teror-teror itu seperti peluru-peluru tajam kecil
yang di tembakkan ke dalam lautan
sedang kau, Munir
dengan lautan yang bernama kebenaran itu
telah bertekad untuk menyatu

Maka bagaimana mungkin tajamnya peluru yang kecil itu
sanggup melukai laut kebenaran perjuanganmu?

Munir, setelah melewati tahun demi tahun
yang demikian penting dan menegangkan
kau mungkin berharap agar tak ada lagi kejadian
yang menguras rasa sedih dan pedulimu atas nama tragedi kemanusiaan

Tetapi rupanya tidaklah demikian

Antara tahun 1997 hingga 1998
perjalanan bangsa ini kembali mengurai dosa-dosa barunya
Tuhanpun seperti meneteskan setitik ilham kepadamu
untuk kembali bergerak dan lantang berbicara

Kali ini, atas kasus menghilangnya 24 aktivis kita

Dimana mereka?
bagaimana mereka?
siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya mereka?
atas alasan apa mereka dilenyapkan?
demi kepentingan siapa mereka dikorbankan?
itulah sederet pertanyaan yang selalu mengejar
batin benakmu, Munir

Pertanyaan-pertanyaan itu
seperti terus mengganggu hari-harimu
melalui Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS)
yang kau dirikan sejak 16 April 1996
kau bertekad menyingkap tabir kejahatan
yang membuat bangsa ini berkubang dalam jurang kenistaan

Masih jelas terngiang orasimu di telinga kami, Munir

“Mereka menenteng senjata
mereka menembak rakyat, tapi kemudian
bersembunyi di balik keteng kekuasaan
apakah akan kita biarkan orang-orang itu tetap gagah?
mereka harus bertanggung jawab, sampai detik manapun”

Munir, kata-katamu yang sederhana ini
menggema hingga ke seantero hati nurani
ucapanmu menebarkan kengerian
bagi mereka yang telah mengotori kedua tangannya
dengan kejahatan tak berperikemanusiaan

Tak heran kalau kemudian kau pun didaulat
bukan hanya sebagai pejuang HAM yang giat
melainkan kamera tajam bagi dunia meliter
dan sekaligus ‘anjing’ penjaga korban kultur
arogansi kekuasaan yang maha pandir
dan atas alasan itu pula
kau pun dijadikan buruan layaknya rusa di hutan belantara

Munir! Ketika semua orang berusaha mencintai bangsanya
dengan merajut mimpi-mimpi masa depannya
kau justru melakukan hal sebaliknya
kau menunjukkan kecintaanmu pada bangsa ini
dengan cara yang berbeda sama sekali

Kau seperti melangkah ke belakang
mencari hal-hal yang coba dan sengaja dilupakan
kau ungkit kasus Tanjung Priok 1984
dimana rakyat sipil terkapar
dengan tubuh penuh lubang peluru, penuh darah dan penuh memar

Dengan keyakinan dan kesungguhan yang gagah
kau juga jadi penasehat hukum atas kasus penembakan mahasiswa di Semanggi
menjadi anggota komisi penyelidikan pelanggaran HAM di Timor Timur
menjadi penggagas komisi perdamaian dan rekonsiliasi di Maluku
menjadi penasehat hukum bagi 22 pekerja PT. Maspion
menjadi penasehat hukum dan koordinator advokat HAM dalam kasus-kasus Aceh dan Papua
serta banyak kasus lain masa lalu
yang selalu menunggu petuah dan nasihatmu
agar tak buntu

Sebelumnya
kami sempat bertanya-tanya, Munir;

Untuk apakah kau lakukan semua itu, Munir?
untuk apakah kau memposisikan diri sebagai martir
yang membuat blingsatan para petinggi meliter?
untuk apakah kau mengorbankan ketenangan hari-harimu
setelah penghargaan demi penghargaan telah kau raih sebagai prestasi atas hidup
dan perjuanganmu?
penghargaan apa lagi yang kau cari dengan mengorek-orek
luka kemanusiaan yang pernah menggenangi tanah air ini, Munir?

Dalam hening, Munir
kami bayangkan kau menjawab tanya kami

“Aku teramat mencintai bangsa ini
bangsa yang di atas buminya aku lahir
dan di bumi yang sama ini pula
kelak aku akan dikubur

Namun kecintaanku bukanlah rasa cinta yang buta
kebanggaanku atas bangsa ini bukanlah rasa bangga yang palsu belaka

Aku berharap
masa depan bangsa ini akan lebih bermartabat
namun harapan-harapan itu harus kubangun
di atas keberanian
untuk menghargai dan menyuarakan hak-hak kemanusiaan

Bangsa macam apakah yang akan kita bangun
bila darah rakyatnya dibiarkan tumpah menggenang
roda pemerintahan seperti apakah yang akan dijalankan
bila menjadikan rakyatnya tiarap di bawah bayang-bayang moncong senapan
kepemimpinan seperti apakah yang kita impikan
bila nyawa demi nyawa harus ditumbalkan

Tidak!
aku tidak menyukai keadaan itu

Tak peduli siapapun yang ada di hadapanku
bila mereka dengan lancang mencerabut hak-hak kemanusiaan
lewat kekuatan yang sewenang-wenang
aku akan selalu menjadi runcing duri kemaru
aku akan menjadi jalan menyakitkan
bagi kaki-kaki kekuasaan yang tiran

Kau bertanya, untuk apakah aku lakukan semua ini?

Jangan bermimpi
penghargaan demi penghargaan tak akan sanggup membuatku lupa diri
saat kudeklarasikan untuk berjuang menyuarakan keadilan
seribu dentum moncong meriam tak lebih dari suara tepukan tangan”

Tetapi, Munir
dengan prinsipmu itu
kau telah menjadikan dirimu
sebagai sasaran utama yang paling diburu
tiap jengkal dari langkahmu seakan menjadi kabar buruk
bagi kekuatan dan kekuasaan yang kehilangan hasrat menjadi baik
kau diintai
kau diancam
di tengah perjuanganmu yang tak main-main

Namun kami tahu, Munir
ancaman sebesar apapun tak akan sanggup
membuatmu bertekuk lutut
dan diam-diam kami memahami arti perjuanganmu
diam-diam kami menaruh harap atas keberhasilanmu
diam-diam kami membanggakan keberadaanmu
tapi, diam-diam kami juga mengkhawatirkan keselamatanmu

Entah kenapa, Munir
tiba-tiba kami merasa takut kehilanganmu
meski tak ada jalinan persaudaraan
yang membuat rasa takut kami tak bisa disembunyikan
namun perjuanganmu atas nama keadilan dan kemanusiaan
menjadikan kita seperti satu jiwa yang rekat dalam jalinan

Hingga kemudian
kabar yang tak kami tunggu itu benar-benar datang
Selasa 7 September 2004
kaupun akhirnya dikabarkan wafat

Racun arsenik yang bersarang di dalam ususmu itu, Munir
sungguh tak bisa kami bayangkan rasa sakitnya

Kesendirianmu saat ajal menjelang
tanpa keberadaan istri dan anak-anakmu di kiri-kanan
membuat hati kami terasa sepi, dirundung kesedihan

Di atas pesawat GA-974 yang akan membawamu ke Belanda
kau pun meregang nyawa
kau meninggal dunia di ketinggian langit angkasa raya
dan itu bagi kami seakan menjadi pertanda
bahwa bukan hanya kehadiranmu, tapi kepergianmu juga
begitu tinggi nilai derajatnya

“Lihatlah, mereka sudah melakukan
muslihatnya yang begitu lama direncanakan
mereka telah menambah daftar kejahatannya
dengan membunuhku, seorang manusia biasa
bernama Munir

Mereka boleh berbangga
biarkanlah mereka berpesta penuh tawa

Tetapi
bila mereka mengira
bahwa aku adalah pohon yang berhasil ditebang
atau batu yang berhasil dihancurkan
maka kukatakan kepada kalian
kalau anggapan itu adalah benar-benar kebodohan”

Ya, kami tahu, Munir
boleh saja tubuhmu diracun
nyawamu dihilangkan
tetapi kau bukanlah pohon yang bisa ditebang
kau adalah benih yang sudah disemai di ladang-ladang kesadaran
sedang kami akan setia menyiraminya sepanjang zaman
kau bukanlah batu yang mudah dihancurkan
namun kau adalah mata air yang memberi harapan kehidupan
sedang kami akan selalu mengalirkannya ke setiap penjuru peradaban

Kelak, bila anak cucu kami bertanya perihal dirimu, Munir;
“mengapa engkau berani mengorbankan diri
demi memperjuangkan suara keadilan rakyat bangsamu?”
kami akan menjawab;
“karena engkau teramat mencintai setiap nafas kehidupan
yang harus berdenyut di atas irama keadilan dan kebenaran”

Selamat jalan, Munir
tubuhmu boleh pergi
namun semangat perjuanganmu bersama kami
abadi


Kebumen, 2014.