Diberdayakan oleh Blogger.

SAJAK ANAK-ANAK PALESTINA, AFGHANISTAN, IRAK, LIBIYA DAN SYIRIA KEPADA IBUNYA SEBELUM MEREGANG NYAWA

ibu, di antara sisa serbuk mesiu, selongsong peluru dan pecahan-pecahan bom
yang nancap di daging tubuh anak-anakmu, aku tulis sajak ini untukmu. langit kehilangan biru, tergerus asap dan debu, mengepulkan mimpi buruk pada hari-hari
kita penuh kutuk.

ibu, seperti juga engkau, aku takut mendengar detak jam, bunyi tik-taknya seperti suara senapan yang dikokang, dentuman bom, lontaran rudal dan ranjau-ranjau yang ditabur dimana-mana, meruntuhkan kamar tempat kita bercanda, menghafal ayat dan doa shalat.

ibu, di antara puing reruntuhan kota-kota, kulihat air matamu tak kunjung mengering, deras mengalir di sela-sela potongan tubuh, jemari tangan bayi mungil, helai rambut yang tercabut dan sisa darah di atas aspal.

ibu, aku yang satu-satunya kau miliki, oleh perang yang aneh dipaksa pergi. meninggalkanmu berkubang air mata, membiarkanmu menggigil sendirian tanpa rumah dan perlindungan. kemana, kemana engkau akan pergi? ibu. dimana, dimana aku menemukanmu dikala rindu?

MENABUNG SAMPAH DI SUNGAI...

http://blogs.swa-jkt.com/swa/11245/files/2014/03/V10sO.jpg
Pernahkah kita membayangkan, suatu hari nanti, saat anak-anak cucu kita minta diceritakan perihal sungai, tiba-tiba kita kehilangan bahan untuk bercerita? Sungai yang sewaktu kecil dulu pernah menjadi tempat kita mandi bersama teman, memancing ikan dan bersenda gurau sambil menyelam, tiba-tiba sekarang tinggal kenangan.

Dulu, kita masih bisa menyaksikan air sungai yang semerawang. Ikan-ikan yang berenang di dalamnya seakan nampak jelas di pelupuk mata. Tetapi keadaan begitu cepat berubah. Secepat berubahnya usia kita yang makin tua. Sungai yang semula jernih kemudian berubah menjadi kumuh, ladah. Airnya hitam, pekat dan bau. Yang berenang bukan lagi gerombolan ikan yang sedang berkejaran berebut lumut dan ganggang. Tapi sampah. Sampah yang bertumpuk.

Di tepiannya, tak ada lagi gelak tawa kanak-kanak sebagaimana masa-masa kecil kita dulu. Tak ada pemancing yang menikmati desiran angin di atas gumuk-gumuk batu, di bawah pohon yang rindang, sambil sesekali mencerling ke dalam sungai untuk melihat apakah umpan kailnya di sambar ikan. Yang tertinggal dari kenangan kita akan sungai saat ini dan masa depan nanti barangkali hanyalah kesunyian. Selebihnya, kesedihan.

Saat ini, cerita perihal sungai di seantero nusantara memiliki tema yang hampir sama. Kumuh, penuh sampah dan juga limbah. Jangankan manusia yang sudi mendekatinya, bahkan ikan-ikan pun seperti enggan dan memilih untuk menjauh. Entah kemana. Anak-anak lebih senang bermain di dalam kamar bersama gadget canggihnya. Ketika mereka diajak berjalan-jalan di tepian sungai, dengan cepat mereka menutup rapat lubang hidungnya dengan ekspresi wajah yang menunjukkan rasa jijik begitu rupa. Hueekkk....cuih.

Dimanakah kita bisa menemukan sungai yang benar-benar menyenangkan untuk disinggahi? Mungkin di sebagian daerah, masih ada sungai-sungai yang bersih. Ya, di sebagian daerah yang jauh, di pedalaman-pedalaman hutan lebat yang tidak memungkinkan bagi kita menyambanginya setiap saat. Kalaupun kita menikmatinya, hal itu terkadang hanya sebatas lewat tayangan televisi yang begitu sebentar karena durasi. Setelah itu, kita hanya bisa mengelus dada karena sungai di sebelah rumah kita sudah teramat sulit dinikmati keindahannya akibat kita timbun dengan berbagai macam sampah.

Coba lihat sungai-sungai di Jakarta. Ribuan jenis sampah setiap hari dibuang ke dalam sungai. Sungai seakan menjadi tempat sampah alami dan tanpa perasaan bersalah mereka membuang plastik, pampers, bahkan bangkai-bangkai kursi dan lemari ke dalamnya. Akibatnya? Tentu sudah dapat kita duga. Saat musim hujan tiba, sampah menggunung menutupi saluran, dan banjir pun menghantam kampung hunian.

Siapa yang salah? Kompleks. Sempitnya hunian, sempitnya lahan dan mungkin terbatasnya kantong-kantong pembuangan sampah menjadi alasan yang selalu bisa dikemukakan berulang-ulang. Karena itu, serahkan masalah ini kepada semua pihak yang memang harus bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan di daerah Jakarta.

Tapi bagaimana dengan sungai yang ada di dekat rumah kita? Tak usah jauh-jauh, sungai di sebelah rumah saya misalnya saat ini sudah kotor dengan sampah. Padahal lahan rumah-rumah penduduk begitu luas dan tidak sepadat perkampungan Jakarta. Kalau pun mau, mereka sebenarnya bisa membuat kantong sampah sendiri dengan membuang jurang khusus dekat halaman rumah. Untuk sampah-sampah plastik, sebaiknya dibakar. Sementara untuk sampah non-plastik, lebih baik dikubur dekat pohon-pohon yang kita dambakan hasilnya sebagaimana yang saya lakukan selama ini.

Bagi anda yang hidup di kampung-kampung dengan lahan yang luas dan berdekatan dengan sungai, tak ada alasan bagi anda untuk membuang sampah ke dalam sungai. Sungai adalah sungai. Di sana ikan-ikan melangsungkan haknya untuk hidup, dari sana kita bisa mengairi ladang-ladang serta karenanya mata air di sumur kita bisa terus terjaga kelestariannya.

Mari sedikit mengenang. Konon, peradaban-peradaban besar lahir dari riak dan jernihnya aliran sungai yang terjaga. Sungai Nil melahirkan peradaban Mesir, sungai Gangga dengan peradaban Indianya, sungai Tigris melahirkan peradaban Mesopotamia. Demikian juga dengan sungai Eufrat. Di Indonesia, kita juga mengenal sungai Begawan Solo yang pernah ramai sebagai sarana transportasi sungai sejak kejayaan Majapahit.

Bagaimana dengan sungai di dekat rumah kita? Tak perlu bermimpi muluk-muluk bahwa suatu ketika akan lahir peradaban besar dari sungai-sungai sebelah rumah kita. Yang terpenting untuk dilakukan adalah jaga sungai kita dengan baik. Hentikan kebiasaan membuang sampah ke dalam sungai, membuang limbah dan meracuninya sehingga banyak biota yang mati percuma. Bila sungai terjaga, anda akan tenang, bahagia. Dan perasaan itulah yang akan membantu anda sehingga mampu memunculkan ide-ide segar sebagai bibit dari tumbuhnya peradaban besar.

Membuang sampah di sungai sama dengan menabung sampah di sana. Dan suatu ketika tabungan itu akan membengkak, membesar dan hasilnya akan kembali kepada anda dan anak cucu anda dalam wujud yang lain. Banjir.      

PAK HARY TANOESOEDIBJO DAN PAK CHAIRUL TANJUNG. SEBAGAIMANA ANDA MENGINGINKAN ANAK ANDA MENJADI ANAK YANG BAIK, MAKA BEGITU PUN HALNYA DENGAN KAMI



(Sekalian juga buat Kak Seto, Lembaga Sensor Film dan Komisi Perlindungan Anak)
 
http://assets-a2.kompasiana.com/statics/files/2014/05/1398923569925784032.jpg?t=o&v=760
Selamat siang, Pak Hary dan Pak Tanjung. Semoga hari-hari Anda berdua selalu diberkahi Tuhan. Perkenalkan, nama saya Salman Rusydie Anwar. Saya berasal dari Kabupaten Sumenep Madura dan saat ini tinggal di Kebumen bersama seorang istri dan seorang anak.
 
Seandainya Pak Hary dan Pak Tanjung membaca surat ini (harapan saya demikian), mungkin akan terlintas sebuah pertanyaan dibenak bapak-bapak; mengapa saya menulis surat ini untuk bapak?
 
Karena itu, saya tegaskan terlebih dahulu bahwa surat ini adalah surat pribadi saya. Tidak ada muatan politis apa pun terkait dengan ditulisnya surat ini. Apalagi saya ini hanya sekadar seorang guru ngaji dan peternak ayam kampung. Namun saya merasa perlu menulis uneg-uneg saya sekaligus merasa perlu untuk diketahui oleh bapak berdua. Biar runtut, saya akan utarakan satu persatu.
 
Pertama untuk Pak Hary Tanoe dulu. Pak Hary, sebagai bos MNC GROUP, saya memberikan apresiasi terhadap beberapa tayangan, khususnya di MNC TV, dimana stasiun televisi milik Anda itu menayangkan acara yang sangat digemari oleh anak saya dan mungkin juga oleh seluruh anak-anak seusia anak saya. Acara itu adalah kartun IPIN-UPIN dan PADA JAMAN DAHULU.
 
Sedemikian 'gila' dan gemarnya anak saya pada acara tersebut sampai-sampai anak saya selalu menirukan gaya bicaranya UPIN-IPIN saat berbicara. Sepulang sekolah, dia akan langsung menyalakan tivi dan saluran yang dituju tak lain adalah MNC TV.
 
Seperti hari ini Pak Hary, Senin 02 November 2015. Anak saya pulang sekolah jam 10:30. Setelah ganti baju, dia pun langsung duduk di depan tivi dan memilih saluran MNC TV. Karena jam segitu acara IPIN-UPIN belum mulai, anak saya pun setia menunggu. Saluran MNC TV tetap tak diganti karena takut ketinggalan pembukaan UPIN-IPIN yang diawali dengan lagu-lagu yang dia suka.
 
HANYA SAJA PAK HARY, saya terkejut ketika ikut menemani anak saya menunggu dimulainya acara kesukaannya itu. Saya mencatat, dalam waktu kira-kira setengah jam, di MNC TV, ya, di MNC TV, tiba-tiba ditampilkan pula adegan dari sebuah jadwal acara yang bertajuk FIGHT FIGHTER yang tayang pada jam 22:30 setiap hari. Dalam waktu setengah jam itu, saya mencatat setidaknya ada dua kali MNC TV menayangkan cuplikan adegan yang sangat....sangat sarat kekerasan itu.
 
Melihat cuplikan acara tersebut, anak saya melongo, melihat semua adegan itu tanpa berkedip. Anda tahu Pak Hary, apa kira-kira yang terlintas di dalam benak anak saya dan juga anak-anak lainnya? Tak perlu saya ulas panjang lebar karena saya yakin Anda juga sudah memahaminya.
 
Atas alasan itulah Pak Hary saya mengirim surat ini kepada Anda. Saya tahu Anda sekarang sedang fokus mengurus partai yang Anda dirikan. PERINDO. Partai Persatuan Indonesia. Dengan membaca kepanjangan dari nama partai yang Anda dirikan, saya mencoba menyimpulkan bahwa Anda akan berusaha memperjuangkan utuhnya persatuan di Indonesia, utuhnya NKRI, utuhnya rasa Nasionalisme dari rakyat Indonesia yang begitu plural ini. Untuk hal ini saya angkat topi pada Anda. Anda bisa mengkampanyekan ide-ide Anda dengan mudah tentunya lewat media yang Anda miliki. MNC GROUP.
 
TETAPI PAK HARY. Maaf-maaf saja, menurut saya, Anda sepertinya teledor dan lalai pada satu hal. Sebagai CEO MNC GROUP, tidak seharusnya Anda membiarkan tayangan-tayangan yang sangat SARAT KEKERASAN semacam FIGHT FIGHTER itu dibiarkan tayang di media Anda. BAGAIMANA MUNGKIN ANDA AKAN MENGUPAYAKAN TEGAKNYA PERSATUAN BILA BIBIT-BIBIT KEKERASAN DISEMAI SEDEMIKIAN MASSIFNYA DI BENAK GENARASI BANGSA INI. DI BENAK ANAK-ANAK YANG MASIH SUCI, BAIK HATI DAN PIKIRANNYA.
 
Saya tahu, Anda tidak mungkin ikut mengurusi apa saja program acara yang akan tayang di media Anda. Tetapi Anda memiliki wewenang untuk membuat kebijakan dan ketentuan tentang tayangan seperti apa yang pantas dan tidak pantas ditonton oleh rakyat Indonesia yang Anda cita-citakan selalu bersatu sebagaimana tersirat pada nama partai Anda.
 
Oleh sebab itu Pak Hary, TOLONG HENTIKAN TAYANGAN YANG PENUH KEKERASAN SEPERTI FIGHT FIGHTER ITU. Apakah tim di MNC GROUP sedemikian MUMETNYA sehingga tidak bisa mengimpor mana tayangan yang pantas dan tidak pantas untuk ditayangkan di negeri ini. Di antara para tim MNC GROUP itu, pasti ada yang juga sudah punya anak. Demikian halnya dengan Anda Pak Hary. 

Sebagai sesama orang tua, bukankah kita memiliki harapan yang sama terhadap anak-anak kita. Kita berharap anak-anak kita menjadi anak yang baik, santun, mampu menyelesaikan masalah dengan bijak, tidak bersikap kasar dan tidak menyukai tindakan kekerasan. Tetapi, kenapa harapan kita yang luhur itu justru dinodai dan dirusak dengan tayangan-tayangan yang SANGAT TIDAK MENDIDIK seperti itu, Pak. Kenapa?
 
Pak Hary. Sebagaimana Anda menginginkan anak-anak Anda menjadi anak yang santun, tidak suka kekerasan, maka seperti itulah harapan saya dan jutaan orang tua lainnya. Saya menunggu bagaimana sikap Anda setelah mengetahui dan membaca surat saya ini, Pak Hary. Bila Anda benar-benar ingin berjuang mewujudkan persatuan dimana salah satu sendi utamanya adalah hilangnya benih-benih kekerasan sejak mulai dalam pikiran, maka tak perlu muluk-muluk menebar janji. Mulailah dari 'diri' Anda sendiri. Hapus tayangan FIGHT FIGHTER dari tayangan stasiun televisi Anda.
 
Kemudian yang kedua untuk Anda Pak Chaerul Tanjung. Untuk acara-acara di TRANS 7 saya akui memang jempol. Terutama untuk beberapa acaranya yang memang pas ditonton anak-anak seperti Laptop si Unyil, Si Bolang dan beberapa acara anak lainnya. Tapi beda dengan TRANS TV. Ada satu acara yang selama satu bulan ini saya mengamatinya Pak. Acara itu berjudul "KATAKAN PUTUS"
http://assets.kompasiana.com/statics/files/14005638951927387081.jpg

 

Apa bapak sudah menonton acara itu? Apa manfaatnya? Apa nilai pendidikannya?
 
Dalam pandangan saya, pak, acara itu sama sekali tidak mendidik. Dikatakan menghibur pun tidak. Terlihat jelas dalam acara itu pertengkaran dua muda-mudi yang awalnya memiliki hubungan dan saling mencintai tapi kemudian putus karena salah satu pasangannya selingkuh. Satu pihak pasti sakit hati, pasti menderita. Lalu bagaimana mungkin sebuah penderitaan dipertontonkan untuk kemudian dikemas agar menjadi hiburan?
 
Pak Chairul. Saya adalah seorang laki-laki. Seandainya saya selingkuh dan kemudian saya didamprat oleh pasangan saya di depan banyak orang, sungguh betapa malunya saya. Saya tahu bahwa saya salah, saya aib. Tetapi, tidak seorang pun bukan yang bersedia dan menerima bila kesalahan atau aibnya dibeberkan kepada banyak orang? Maka saya dapat memahami kenapa dalam acara "KATAKAN PUTUS" itu si cowok demikian marah saat disergap oleh ceweknya, apalagi bawa kamera-kamera segala.
 
Selama acara itu berlangsung, mungkin si cowok masih bisa menahan luapan emosinya karena barangkali merasa malu. Tetapi apa yang akan terjadi sesudah acara itu, sungguh tak ada yang tahu. Sangat mungkin si cowok melakukan tindakan-tindakan yang lebih kejam lagi lantaran mereka tidak terima kesalahan dan aibnya dipublis secara nasional.
 
Karena itu Pak Chairul, tolonglah dikoreksi lagi acara-acara seperti itu. Mungkin dari pihak TRANS MEDIA akan mencibir usulan saya ini. Mungkin mereka juga akan berdalih, bahwa acara seperti itu sangat disukai masyarakat. Kalau pun benar, tapi apakah setiap yang disukai sudah pasti bernilai baik? Kalau pertimbangannya hanya pada faktor disukai atau tidak disukai, tanpa mempertimbangkan dampak-dampak lainnya, maka silahkan saja sekalian menayangkan film-film porno karena pasti banyak yang suka.
 
Tidak pak. Urusan asmara itu sangatlah privat. Tetek bengek persoalan yang menimpa mereka yang lagi kasmaran adalah urusan mereka berdua. Bila ada aibnya, biarlah mereka berdua yang mengetahui tanpa harus dipertontonkan pada orang lain. Tapi yang bersangkutan mau kok masalah asmaranya dipublikasikan di tivi. Mungkin seperti ini alasan pembenaran tim-tim Anda.
 
Tapi saya jawab. Mereka mau karena media Anda memberikan fasilitas. Seandainya tak ada fasilitas, mereka tentu akan menyelesaikan masalah mereka dengan cara mereka sendiri. Tanpa direcoki oleh kepentingan-kepentingan pihak lain.
 
Untuk terakhir kalinya, saya mohon maaf Pak Hary dan Pak Chaerul atas ditulisnya surat ini. Saya hanya merindukan tontonan yang benar-benar menarik, sesuai dengan ketokohan dan perjuangan Anda untuk baiknya masa depan bangsa dan generasi republik ini.
 
Salam........      
 

Kemarau Panjang dan Salah Saya

http://images.cnnindonesia.com/visual/2014/09/26/b150c98c-5b36-4bd7-bb5a-d32963c5d061_169.jpg?w=650
Hari ini, Minggu 01 November 2015 saya mendapatkan undangan dari Masjid Baiturrahman untuk mengikuti pengajian umum yang oleh panitia diberi tajuk "Syiar Muharram". Di dalam undangan tertera acara akan dimulai jam 08 pagi dan berakhir saat adzan Dhuhur tiba dilanjutkan dengan melakukan shalat Dhuhur berjamaah.
 
Saya datang ke tempat acara jam 08:30. Waktu itu acara sudah mulai. Di atas panggung, sepuluh anak-anak sedang membaca beberapa surat terakhir dalam Al-Qur'an (khatmil Qur'an). Kemudian setelahnya dilanjutkan dengan acara pembagian zakat mal kepada anak yatim, kaum dhuafa dan para janda serta jumpo. Acara inti, yakni ceramah agama baru dilangsungkan sekitar jam 10:23 menit.
 
Karena temanya adalah "Syiar Muharram", penceramah, KH. Sayyidan, menjelaskan beberapa hal peristiwa besar yang terjadi pada bulan Muharram, tepatnya pada tanggal 10 Muharram hingga kita disunnahkan untuk melakukan puasa sunnah sejak sehari sebelum tangga 10. Maka dikenallah puasa tasu'a-asyura.
 
Namun hanya sejap saja penceramah membahas perihal kejadian yang berhubungan dengan Muharram. Selebihnya beliau membicarakan kejadian masa kini yang hampir dialami oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia di beberapa tempat, yakni soal kemarau. Ya, kemarau panjang memang menimpa. Di beberapa wilayah, kekeringan telah menyebabkan terjadinya berbagai derita. Kekurangan air jelas yang paling dirasa. 
Bahkan di sebuah desa tak jauh dari tempat tinggal saya, masyarakat harus membeli setangki air seharga 300 ribu untuk kebutuhan minum, masak, mandi dan mencuci.
 
Sebenarnya saya tak terkejut mendengar akibat-akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya kemarau panjang pada tahun ini sebagaimana dikemukakan penceramah. Namun mau tak mau saya ikut merenungkan tentang beberapa perbuatan yang dapat menyebabkan terjadinya kemarau itu sendiri. Dengan mengutip riwayat Ibnu Majah, penceramah mengemukakan bahwa salah satu penyebab ditimpakannya kemarau adalah enggannya manusia mengeluarkan zakat, mengurangi takaran dan sebagainya.
 
Sepulang dari acara, saya mencoba kroscek riwayat tersebut. Memang benar ada riwayat seperti itu yang datangnya dari Abdullah bin Umar dengan status hadis Hasan Shahih. Di dalam riwayat tersebut, Nabi menyebut lima kejadian bencana yang akan menimpa bila manusia melakukan perbuatan dosa. Merebaknya zina menyebabkan tersebarnya wabah penyakit dan kelaparan, mengurangi takaran/timbangan menyebabkan krisis pangan, tidak menunaikan zakat menyebabkan kemarau panjang, merusak amanah Allah dan Rasul-Nya menyebabkan terjadinya permusuhan, meninggalkan hukum Allah dan Rasul-Nya menyebabkan munculnya teror dan ketakutan-ketakutan.
 
Setelah membaca hadis tersebut, saya merasa bahwa kemungkinan besar saya pun termasuk ke dalam orang-orang yang melalaikan zakat itu sehingga kemarau panjang tak kunjung menemui akhirnya. Sungguh betapa bejatnya diri ini.

Setan Kepo

http://images.gofreedownload.net/cartoon-caricature-vector-1319.jpg
Ngadepin orang kepo jelas nggak enak. Tapi buat orang yang suka kepo, nggak ada masalah. Malah kebiasaan kepo begitu bisa jadi sesuatu yang sedap-sedap gimana gitu. Aslinya, kepo itu baik, faen. Kepo nggak bisa dilabeli apa pun. Apalagi label negatif. Kepo jadi kelihatan negatif karena sebagian orang ngerasa risih kalau ada yang kepo kepadanya.
 
Buat saya, nggak apa-apa juga orang mau kepo sama saya. Saya bakal ladenin bagi siapa aja yang mau ngepoin saya. Mereka mau tanya kenapa hidung saya kok pake lubang, kenapa kulit saya kok ireng sampai pada hal-hal yang pribadi sekalipun bakalan saya lawan.
 
Sampai pada batas tertentu, orang boleh aja sebel kesel sama manusia-manusia kepo. Cuma saya kok kepikiran lain ya, gimana seandainya pelaku kepo itu bukan manusia melainkan musuh abadinya manusia. Ya, setan, iblis. Saya ngebayangin seandainya Tuhan berkenan menampakkan setan dan dia kemudian datang pada saya malam-malam pas saya lagi baca buku.
 
"Apa kabar, Mas?"
 
"Baik."
 
"Lagi baca buku ya, Mas?"
 
"Iya."
 
"Boleh ikutan duduk, Mas?"
 
"Boleh aja."
 
"Boleh nanya sesuatu, Mas?"
 
Gue ngangguk aja.
 
"Mau nggak kalau mas aku goda?"
 
"Goda gimana?"
 
"Mas suka minum nggak? Aku bawa bir mahal nih. Dijamin mas bakal hepi?"
 
"Kagak mau."
 
"Walah, jadi mas nggak suka minum ya?"
 
Gue menggeleng.
 
"Kalau gitu, mas sukanya bir apa dong?"
 
"Gue nggak suka minum bir."
 
"Terus, sukanya minum apa Mas?"
 
"Kopi item?"
 
"Waduh, capek deh aku bawa-bawa bir kemari segala. Jadi bener, mas nggak mau minum bir yang aku bawa?"
 
Gue menggeleng lagi.
 
"Kalau gitu, aku aja yang minum gimana Mas?"
 
"Pe'a lu. Minum aja."
 
Yah, asyik kayaknya deh andai setan bisa nampak dan dia kepo sama kita sebelum ngejalanin aksinya menggoda kita. Bisa kita unyel-unyel dulu dia.

    
 

Jangan Korbanin Pulsa Lo Demi Cinta yang Nggak Meyakinkan

Berhubungan dengan orang yang nggak meyakinkan? Hmm....ngeselin banget. Apalagi kalau urusannya udah berkaitan dengan masalah asmara. Weee....merana kuadrat pastinya. Maka nggak ada salahnya dong, dengerin apa kata orang tua.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh14jbirUo9GKLRpBLqrH2lR3aaXhUxZI2-OqtRp7Ht7EYQbHjnCernoecIENuT0WQ6B0uSo7EC5n9SvcZedxOwdC1IR04J29MocgUzywR8JjV9DV6T4BsUQDSLOV9uMATjm-lkIyjAAzU/s1600/handphone-kartun.png

 

"Kalau mau ngejalin hubungan dengan seseorang, lo harus punya keyakinan yang kuat bahwa lo maunya emang sama orang itu. Nggak hanya itu aja. Lo juga harus minta kejelasan sama dia dan lo harus tahu bahwa dia pun punya keyakinan yang kuat untuk hidup sama lo."
 
Jadi, ungkapan cinta macam "gue cinta banget sama lo, gue sayang banget sama lo, hidup gue bakal jomplang seandainya lo ninggalin gue" itu semua nggak berarti apa-apa kalau nggak dilandasi dengan keyakinan. Keyakinan bahwa baik lo maupun dia emang benar-benar mau hidup bersama. Tapi nikah dulu tentunya.
 
Untuk itu, kalau lo belum punya gebetan dan kebetulan ngebet banget sama seseorang, maka yang pertama kudu lo lakuin adalah memastikan keyakinan diri lo masing-masing. Sebab orang yang udah kadung menjalin hubungan cinta dengan seseorang tapi mereka sama-sama nggak memiliki keyakinan pada hubungannya, akibatnya sangat nggak enak. Selain bikin hati kemrungsung juga ngabis-ngabisin pulsa doang.
 
Lho, kok ada pulsa segala?
 
Ya, iyalah. Kalau nggak percaya coba aja hitung. Misalnya, pagi-pagi lo sms si dia;
 
"Say, met pagi." Udah jelas pulsa tekor 150 perak, kalau nggak 350.
 
Si doi pun balas, "Pagi juga, Say." Dia pun kelong pulsanya buat ngebales sms lo. Terus lo balas sms dia lagi.
 
"Lagi ngapain, Say?"
 
"Biasa, baru bangun tidur nih."
 
"Ohh...Say, gue minta tolong nih."
 
"Apaan tuh?"
 
"Tolong gue anterin ke counter dong. Mau beli pulsa. Pulsa gue habis nih buat sms lo."
 
Nah, kan. Ngabis-ngabisin pulsa aja kan.
 
Tapi kalao lo berhubungan dengan orang yang benar-benar meyakinkan bahwa dia emang mau serius sama lo sebagaimana juga lo serius sama dia, maka tekornya pulsa nggak berarti apa-apa dibanding harga keyakinan itu. Bahasa sms nya pun beda.
 
"Pagi, Say."
 
"Pagi juga."
 
"Lagi ngapain nih yang."
 
"Lagi ngapalin ijab kabul biar nggak kikuk pas nanti nikahin kamu."
 
"Owwhh....say. Denger itu, perasaan gue jadi tersandung." heheee...
 
"Eh, ngomong-ngomong, lo nanti pas gue nikahin minta mahar berapa ribu nih yang?"
 
"Satu juga boleh?"
 
"Boleh. Tapi gue ngasihnya seratus ribu aja ya."
 
"Lo kok?"
 
"Ya iyalah. yang sembilan ratus ribunya udah habis buat ngisiin pulsa kamu sejak dari pertama kali kita pacaran. Nih, catatannya lengkap di aku."
 
Blegugg....
 
 

Buka Saja Dong....

http://intisari-online.com//media/images/3083_memaparkan_rahasia-rahasia_kita.jpg
Kata berita, pemerintah nggak akan ngasih tahu nama-nama perusahaan yang udah membakar hutan hingga menyebabkan negeri ini mengalami darurat asap. Lho, emang kenapa? Mestinya kan dibeberkan aja biar masyarakat luas pada ngerti perusahaan milik siapa yang sudah main bakar-bakar hutan segala. Emang itu hutan warisan mbahmu, apa Dab!? Cuihh.....
 
Kalaupun benar pemerintah tidak memberitahu nama-nama perusahaan pembakar hutan dan berikut pemilik-pemiliknya yang bisa jadi mereka berasal dari kalangan pejabat, politikus, lantas apa artinya dong seruan pemerintah agar masyarakat ikut andil dalam mencegah terjadinya pembakaran hutan.
 
Biar upaya pencegahan oleh masyarakat itu efektif, harusnya orang atau pihak-pihak yang sudah nyata-nyata diketahui terlibat dalam membakar hutan kan di publikasikan. Kalau perlu dibalehokan macam gambar cabup-cawabup dan disebar di banyak tempat. Dengan begitu masyarakat kan jadi jelas kalau pembakar hutan di Jambi itu si anu, perusahaan milik si itu, yang bakar hutan di Sumatera ternyata anggota DPR yang namanya ini dan seterusnya. Jadi masyarakat punya sasaran yang pasti untuk dilawan.
 
Lah, ini malah pemerintah nggak mau buka-bukaan. Seandainya dituding melindungi jelas nggak bakalan terima. Alasan-alasan seperti "Yang penting pelakunya sudah dikenai sanksi" itu sama sekali enggak efektif bila usaha mencegah terulangnya pembakaran hutan harus melibatkan masyarakat. 

Saat ini masyarakat sudah geram dengan ulah pembakar hutan. Dan mereka butuh kepastian, perlu tahu siapa yang sudah membakar itu hutan agar di kemudian hari mereka bisa lebih mudah mengontrol seandainya pihak yang hari ini jadi tersangka pembakar hutan itu berencana mau buka lahan lagi.
 
Kalau ditutup-tutupi begini masyarakat kan jadi bingung. Lebih tepatnya khawatir. Sebab siapa tahu kelak pemerintah juga berencana untuk tidak memberitahu publik tentang siapa nama-nama menteri dalam susunan kabinet presiden mendatang.
 
"Yang penting mereka orang pinter, dan sedikit botak."
 
Lalu nama kabinetnya?
 
"Kabinet Rahasia Dong."
 
Hmm....
 

Tahannuts

http://baltyra.com/wp-content/uploads/2011/07/spiritualpractice.jpg
Tahannuts

Aku seru namamu dari sebuah ruang       
yang hanya dihuni oleh semata kerinduan
Waktu seketika menjadi lorong   
masa lalu-masa depan saling melempar diam

Jangan bicara lagi perihal air mata       
sebab isaknya telah jelma ribuan tawa
Tersungging ia selalu
di bibir pecinta terus lapar oleh rindu

Atau sebaliknya           
jangan pukau pada canda tawa
Derainya tak lagi diperlukan           
olehmu, pejalan suntuk dekatnya perjumpaan

Antara isak tangis dan derai tawa       
hanya diammu sanggup mengelus wajah keduanya   

Kebumen, 2014


Hujan
Berdiri di bawah hujan           
yang terasa bukan hanya basah di badan
Gigil memagut kulit               
menggetarkan gairah langit
Anak-anak telanjang               
berlari sepenuh riang
Sorak derai tawa mereka           
mengubur dalam perih luka

Tanah-tanah gembur               
akar pohon makin menjulur
Menelusup ke kelam tanah           
menuntaskan rindu kian bergetah

Aku ingin berlindung               
tapi jika bukan padamu, aku ditikam linglung

Kebumen, 2014

Di Tepi Ladang
Berdiri di tepi ladang               
saat matahari menyusul petang
Burung-burung melintas           
mataku jadi awas

Sebelum segalanya jadi sesuatu       
dalam genggammu hanya ilmu
Oleh ‘kun’ yang terucap           
semesta lahir bertahap
Kujejak-jejak kaki di tanah           
ini rindu jadi tumpah

Sebelum kening menggali sujud       
ihwal cinta kita berpagut
Arah jadi lenyap               
di depanmu timur dan barat hanya alamat
Bila jumbuh mata pandang           
hanya padamu segala pulang

Lalu maghrib tiba               
pukau siang tak lagi teraba
Di langit tampak bulan           
di dalam hati cahyanya bertaburan

Kebumen, 2015.

Lombang
Laut biru langit biru               
pucuk cemara menara rindu
Angin utara membelai pantai           
pukat nelayan menjala derai

Jiwaku runduk                   
hatiku rindu peluk
Bila padamu segala pukau           
kulambai tangan kepada risau

Kunyanyikan lagi Olle ollang           
bertingkah dawai jerit gelombang
Pada sagala sampan yang merapat       
kucium wangi biji keringat

Bagaimana menikam rindu?           
buru
Bagaimana mengikrarkan jumpa?       
luka

Dan memburumu pada jumpa           
rindu luka saling menggoda

Kebumen, 2015.         

Segelas Kopi Untuk Istri
Mari
 

Kutambahkan sesendok gula
untuk memaniskan segala yang pahit di hatimu
Aduk dan seduhlah ia perlahan,
Sebagai cinta atau apa saja
hingga pandanganmu pun kian nyalang
untuk melihat bahwa kau-aku
selalu kental dalam rindu
Kebumen, 2015

Sajak di Basabasidotko

https://sketsadalamsunyi.files.wordpress.com/2015/03/daun-melayang.jpg

Yaasiin
di antara mulut-mulut
yang menggumamkan ayat-ayatmu
aku seperti kehilangan nama hari pada kelender
sepi mengeras
sunyi menderas
yaasiin

doa dan tilawah meluncur
bagai anak panah
mengarah padamu
terkubur tanah

o, barzakh yang terhijab
tempat rindu-ratap saling berpaut
lempar sebutir kabar padaku
yang terus menukilkan arang lelumpur
di lembar harianku
yaasiin

kuraba langit malam yang kesekian
sembari mengincar biji alif
dari lembar kitab kejadian
kemana kata mesti kuucap
dimana rasa harus kukecap
pohon kesetiaan kutanam
untuk kemudian kutumbangkan
betapa pengkhianatan yang begitu sempurna
yaasiin

pada batas segala debu
dimana yang fana dan yang abadi bertemu
aku ingin tegak berdiri
bukan lagi sebagai pohon di belantara hutan
tapi sebagai rusa
yang memilih lelap
dalam rengkuhan cakar sang Singa
yaasiin 


Kebumen, 2015

Kabar Dari Selembar Daun
Yang Gugur

sudahkah sampai kabar itu
padamu
pohon mangga di halaman rumah kita
selalu membisikkan rindu langit
pada setiap dedaunnya yang berguguran

mungkin kita harus memungut daun itu
setiap pagi
dan menjadikannya sebagai kanvas
tempat melukiskan rencana-rencana
yang tak pernah utuh

atau kita biarkan saja
daun itu di sana
mengintip langkah kita
yang terus mengitar-ngitar
dari kecemasan ke kecemasan

sebentar kemudian
angin barangkali akan datang
lalu menerbangkannya ke tempat terjauh
meninggalkan kita
kesepian, lalu menua
sambil terus berbagi terka dan tanya
‘sampai kapan kita setia merawat usia?’


Kebumen, 2015

Hamdalah

aku ingin sekali lagi
kepadamu mengucapkan terima kasih
lalu kubaca jejakmu pada diri
sebagai sungai
yang menjaga rindunya pada muara
terus berkobar

mawar setangkai
mungkin tak pernah cukup menawar senyummu
yang menggores batu-batu
hingga mengucurkan jutaan tetes madu

kujilat matahari
lepas subuh hingga maghrib labuh
panasnya yang berguguran
seakan menderaskan kata-katamu
‘wahai cintaku, wahai cintaku
darimu aku tak pernah jauh’

aku ingin sekali lagi
kepadamu mengucapkan terima kasih
sambil membenamkan sepi dan nyanyi
menanggalkan duri dan nyeri

hingga batas gelora
mendekapmu terlanjur puncak
kubaca sebaris kalimat
yang pernah kuhafal dulu
‘kekasih,
bila kata tak cukup pantas
mengurai kemurahanmu
di sekujur hidupku
maka usap bibirku
agar bisa memberimu senyum
sepenuh waktu’

Kebumen, 2015


Hujan dan Pagi
Menjelang Sarapan


pagi ini, kau harus sarapan
telah kusediakan segelas susu
yang kuperas dari mimpi malam yang genit

tak perlu membaca koran
sebab berita tak akan pernah
mengantarkanmu kemana-mana

lihat saja kaki hujan
di tubuh jendela
ia begitu gelisah
sebab lupa mengingat
jalan pulang menuju langit

katamu, tersesat itu
pahitnya sekeras batu
dan aku hanya menggangguk
meski terkadang
dari sebuah ketersesatan
kita belajar mengenang
banyak jalan

Kebumen, 2015

Ibu dan Sepotong Malam
ibu
malam sudah larut
tapi mataku
begitu sulit dijamah kantuk

kulihat jendela
tirainya terbuka
dan angin kecil pun datang
mengelusnya perlahan

dua ekor kunang-kunang
di luar sana
terbang berkejaran
entah ke mana
dan aku, ibu
terkenang kembali pada kisahmu
tentang dua binatang itu

ibu
malam sudah larut
tapi mataku
begitu sulit dijamah kantuk

kuhirup sisa kopi
kental rinduku berapi-api
berkobar dan menjalar
di antara putaran-putaran jam
yang detaknya
mendebarkan namamu
di dada

jauh darimu, ibu
adalah luka yang tak terkatakan
perihnya membangunkan badai
dan aku kini
seperti nelayan tua
yang terapung-apung
di atas gelombang air matanya sendiri

ibu
malam sudah larut
tapi mataku
begitu sulit dijamah kantuk

ketika jarak
antara engkau dan aku
mencuramkan rindu
aku pun paham, ibu
bahwa air mata paling luka
bukan hanya milik remaja
yang putus cinta
tapi milikku juga
yang memeram rindu
begitu bara

dan aku tak membutuhkan rimba hutan, ibu
jauh darimu
akan sempurna menjadikanku
binatang jalang*
yang terbuang perlahan-lahan
dari rahimmu bertabur kembang

Kebumen, 2015

*diksi milik penyair Khairil Anwar.

Patung Pahlawan

http://www.wowkeren.com/images/news/120312-karya-patung-dari-kawat-kandang-ayam-02.jpg
Sudah lama Saujan memendam keinginannya untuk bisa ikut merayakan upacara kemerdekaan di kampung kelahirannya. Sekitar dua puluh tahun lebih ia pendam keinginan itu. Setelah istrinya meninggal, anak lelaki satu-satunya yang tinggal di kota, meminta dirinya tinggal bersama.
 
Maklum, Saujan yang sudah tua tidak ada lagi yang merawatnya. Apalagi dengan kedua kakinya yang buntung akibat perang. Sejak itulah Saujan tinggal bersama anak, menantu dan juga kedua cucunya di kota dan tak pernah lagi pulang ke kampung halamannya di desa.
 
Meski begitu, Saujan bukannya tak rindu. Pernah sebenarnya beberapa kali ia minta pada anaknya agar diantarkan pulang menjenguk kampung halamannya, terutama ketika hari kemerdekaan tiba. “Aku rindu suasana kemerdekaan di kampung.” Demikian alasan Saujan.
 
Namun, kesibukan kerja yang selalu jadi alasan anaknya membuat Saujan berusaha bersabar. Ia maklum meski sebenarnya tak puas dengan alasan itu. Dan puncak dari keinginannya itu pun terjadi lima hari sebelum hari kemerdekaan tahun ini.
 
“Mintalah cuti pada atasanmu barang tiga hari saja. Lalu antar aku pulang kampung. Bapak ingin sekali ikut upacara kemerdekaan di sana,” kata Saujan suatu sore pada anaknya sepulang kerja.
 
“Tiga hari..!?”
 
“Ya. Tiga hari. Kenapa?”
 
“Terlalu lama, Pak. Upacaranya saja tidak sampai setengah hari. Dua jam paling sudah kelar. Kalau bapak mau, besok saya bisa suruh Kang Ubay untuk ngantar bapak ke sana. Bapak bisa berangkat malam hari agar sampai di sana pagi harinya. Setelah upacara selesai, bapak bisa langsung pulang.”
 
“Tidak. Bapak ingin kau sendiri yang mengantarku. Sekalian bawa serta istri dan anak-anakmu.”
 
“Tapi, Pak. Aku sangat….”
 
“Kapan kau tak pernah sibuk, Khalid,” potong Saujan sambil memajukan kursi rodanya hingga tepat di depan anaknya yang sedang duduk santai sambil melepas lelah. Saujan memandang lekat pada wajah anaknya yang menurutnya sangat mirip dengan wajah mendiang almarhumah istrinya. Pada raut wajah anaknya itu, Saujan menemukan garis gurat kehidupan yang begitu keras dan kaku.
 
“Sudah dua puluh tahun lebih aku hidup di kota ini, Khalid. Dan selama dua puluh tahun itu, aku hanya mengikuti upacara bersama teman-teman kerjamu di kantor. Rasanya kurang mantap buat bapak. Bapak hanya minta waktumu tiga hari saja, Khalid. Hanya tiga hari,” tegas Saujan sambil merapatkan jaketnya. “Bapak juga ingin mengunjungi makam ibumu. Lalu mengunjungi beberapa teman seperjuangan dulu. Siapa tahu mereka masih hidup. Bapak rindu pada mereka semua.”
 
Khalid bergeming sambil menatap wajah bapaknya yang makin keriput. Melihat wajah bapaknya, tak terasa hatinya jadi terusik oleh keharuan mendalam hingga keharuan itu pun larut dalam tetesan air matanya yang sebentar kemudian menitik.
 
“Tapi bila kamu tidak ada waktu….”
 
“Tidak, Pak,” potong Khalid. “Maafkan, Khalid, Pak. Aku akan penuhi keinginan bapak. 
Besok kita akan ziarah pada almarhumah ibu bersama-sama,” ucap Khalid. Begitu perlahan.
 
Tepat di hari kemerdekaan, Saujan bersama anak, menantu dan cucunya sudah sampai di kampung halaman yang dua puluh tahun lebih ia tinggalkan. Mobil yang mereka tumpangi berjalan begitu perlahan karena kondisi jalan yang masih rusak di sana-sini. Dengan mengenakan stelan baju tentara, beberapa buah lencana di dada, Saujan juga menggenggam sebuah topi tentara berwarna hijau tua.
 
Terkenanglah ia akan pemilik topi itu, seorang tentara serdadu musuh yang masih muda, yang dulu berhasil ia tusuk dengan sebilah kelewang saat para serdadu itu menyerang tempat persembunyiannya bersama para pejuang lainnya. Tentara serdadu itu rupanya pura-pura mati saat Saujan hendak pergi setelah mengambil topinya yang sekarang ia pegang. Dari jarak dekat serdadu muda itu tiba-tiba menembakkan pistolnya beberapa kali hingga menghancurkan kedua kakinya.
 
“Kita langsung ke lapangan kecamatan. Teman-temanku pasti hadir juga di sana. Kau masih ingat arah ke lapangan, Khalid?” tanya Saujan.
 
“Masih, Pak.”
 
Tak ada yang berubah dengan situasi kampung itu meski sudah dua puluh tahun lebih Saujan meninggalkannya. Perubahan baru terasa ketika Saujan sudah mendekati lapangan kecamatan. Banyak bangunan-bangunan perkantoran baru yang dibangun di sana. Sekolah-sekolah yang dulunya reot juga sudah mulai diperbaiki.
 
Tapi…patung apa yang berdiri tegak di sana itu? Saujan membatin ketika kedua matanya melihat sebuah patung besar yang berdiri kukuh persis di samping pintu gerbang lapangan kecamatan yang sudah mulai ramai dengan beberapa pegawai yang hendak mengikuti upacara kemerdekaan.
 
“Berhenti disini. Bantu aku keluar dari mobil,” pinta Saujan pada Khalid saat mereka berada persis di samping patung seseorang dengan posisi tangan memberi hormat. Dari atas kursi rodanya, Saujan memperhatikan wajah patung yang berdiri tegak di depannya. Ia sepertinya tidak asing dengan wajah patung itu.
 
“Kakek kenal siapa wajah patung itu? Apa itu teman kakek dulu waktu berperang?” teriak Ridhafi dari dalam mobil. Saujan mengacuhkan pertanyaan cucunya. Pandangannya masih tak lepas dari wajah di patung itu. Tanpa Saujan sadari, seseorang yang sejak tadi memperhatikannya datang mendekat.
 
“Maaf, Pak. Sepertinya bapak ini seorang veteran dan kenal baik dengan sosok patung ini. Patung ini baru selesai dibangun dua hari yang lalu. Masih belum lengkap karena namanya belum dipasang. Rencananya, hari ini Pak Camat yang akan memulai prosesi pemasangan nama atas patung ini.”
 
Saujan menoleh pada orang yang barusan menyapanya. “Ya, aku sepertinya kenal dengan sosok patung ini.”
 
Orang itu tersenyum. “Saya sudah menduganya dari tadi. Dialah pahlawan pejuang kemerdekaan yang berasal dari daerah ini. Namanya Asmar. Dia baru meninggal sebulan yang lalu. Rencananya, sehabis upacara nanti, kami bersama para pegawai kecamatan lainnya akan melakukan tabur bunga di makamnya.”
 
Di atas kursi rodanya, Saujan menghela nafas panjang sambil memejamkan mata. Dadanya tiba-tiba berdegup kencang. Bayangan kelam dan pahit dari setiap peristiwa peperangan di masa lalu seakan tergambar kembali di pelupuk matanya.
 
“Asmar..!” Saujan dengan bibir gemetar berusaha kembali menyebut nama itu. Sebuah nama yang dulu juga pernah disebutkan oleh pemimpinnya, Komandan Alung, sesaat sebelum menghembuskan nafas di tengah-tengah hutan dengan dada hancur terkena peluru musuh. Saujan merasa sangat berdosa dan berhutang janji pada komandannya karena tidak berhasil menjalankan amanah yang dititahkan kepadanya; memburu Asmar, pengkhianat yang diketahui sering menjual informasi tentang tempat persembunyian para pejuang kepada serdadu musuh.
 
Saujan kembali memperhatikan patung di depannya. Darahnya mendidih melihat kenyataan bahwa seorang pengkhianat bangsa yang dulu pernah dia cari-cari bersama komandannya itu sekarang justru berdiri di depannya dengan menyandang gelar sebagai seorang pahlawan.
 
“Khalid. Antar aku ke makam ibumu.”
 
“Loh, bukannya bapak mau ikut upacara.”
 
“Antar aku ke makam ibumu,” bentak Saujan.
 
Khalid buru-buru memapah bapaknya ke dalam mobil dan berlalu dari tempat itu. Sepanjang jalan menuju pemakaman istrinya, Saujan berpikir betapa malangnya bangsa ini, yang tak bisa membedakan arti pengkhianat dengan pahlawan bangsanya sendiri. Sesampainya di kuburan istrinya dan sebelum sempat membaca doa, Saujan ambruk dari kursi rodanya setelah mengetahui bahwa di samping kuburan istrinya, kini terbujur sebuah kuburan baru. Kuburan Asmar.


Kebumen, Agustus 2015.

Ini Ternyata Rahasia Makan Kala Lapar dan Berhenti Sebelum Kenyang

http://blog.awalbros.com/wp-content/uploads/2014/12/makan.jpg
Siapapun pasti sudah mafhum dengan hadis di atas. Bahkan tak sedikit yang hafal di luar kepala. Namun biar begitu, tak ada jaminan penghafal hadis tersebut sekaligus dapat mempraktekkan apa isinya. Termasuk saya sendiri yang pasti. So, kenapa harus makan di saat lapar? Sementara dunia medis menyarankan agar kita makan dengan penuh keteraturan. Pagi, siang, malam, meski pun perut sebenarnya tidak lapar-lapar banget.
 
Setelah mencoba merenung-renungkan keberadaan hadis tersebut bak ulama hadis beneran, saya memahami bahwa setidaknya ada dua pelajaran penting yang terkandung di dalam hadis tersebut.
 
Pertama, makan di saat perut benar-benar lapar barangkali dimaksudkan agar nafsu kita tidak neko-neko, tidak ribet dan tidak merepotkan untuk hanya soal makanan. Kita mungkin pernah mengalami situasi dimana kita benar-benar lapar. Di saat seperti itu, makan nasi dengan garam saja rasanya sudah nikmat dan lahap. Tak ada sebutir nasipun yang kita biarkan tersisa dan semuanya kita telan dengan penuh kegembiraan.
 
Beda soal kalau kita mau makan di saat perut tidak benar-benar lapar. Karena tidak benar-benar lapar, tentu selera makan kita biasa-biasa saja. Nah, dalam situasi seperti itu kita pun berpikir, "Enaknya makan pakai lauk apa ya, sayur apa ya, sambel apa ya dst..." Kita pun sibuk memikirkan menu yang enak. Biar mahal sekalipun tak masalah, yang penting selera makan jadi tergugah.
 
Kondisi seperti ini jelas berbeda dengan ketika kita mau makan di saat perut memang merasa lapar. Tak perlu berpikir macam-macam sebenarnya andaikan kita mau. Cukup ada nasi, garam dan sebungkus kerupuk saja sebetulnya sudah cukup dan kita bisa makan dengan lahap. Lapar sih. Jadi, makanlah ketika perut benar-benar lapar.
 
Kedua, kalau makan di saat perut merasa lapar bertujuan agar nafsu tidak macem-macem, berhenti sebelum kenyang justru bertujuan untuk mengekang nafsu agar terhindar dari kecenderungan melampiaskan. Berhenti sebelum kenyang sangatlah pararel dengan makan ketika lapar.
 
Bisa dirasakan apa yang terjadi dalam benak kita di saat kita makan ketika perut merasa lapar. Yang pasti adalah keinginan untuk makan banyak dan melebihi porsi biasanya to, yang semua itu ditujukan untuk menghilangkan rasa lapar. Tetapi Nabi menyarankan agar berhenti sebelum kenyang dimana hal itu bertujuan agar kita terhindar dari sikap melampiaskan.
 
Karena itulah kemudian ada puasa yang maknanya 'al-imsak', yakni kemampuan menahan disaat terbukanya peluang untuk melampiaskan. Syariatnya memang mengatakan bahwa puasa itu adalah menahan diri dari makan, minum, merokok dan melakukan hubungan suami-istri di siang hari.
 
Namun hakikatnya, puasa tak hanya berhubungan dengan soal makan, minum, rokok dan seks. Anda tidak korupsi disaat terbuka kesempatan untuk korup, itu juga puasa. Anda tidak colak-colek tubuh perempuan saat lagi berdesak-desakan di pasar padahal kesempatan itu terbuka lebar, itu juga puasa.
 
Dalam mendidik umatnya agar memiliki sikap pengendalian diri yang kuat terdahap godaan hawa nafsu, Nabi mengajarkannya mulai dari hal-hal paling kecil. Salah satunya adalah makanlah dikala lapar dan berhenti sebelum kenyang.        

Spirit Super Jlebb Di Balik Gemuruh Qurban; Sebuah Renungan Pribadi

Motong Binatang Qurban
Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Idul Qurban merupakan peristiwa yang memiliki akar historis begitu panjang, bahkan beberapa abad sebelum kahadiran Rasulullah Muhammad Saw. Cikal bakal dari disyariatkannya qurban ini diperantarai oleh turunnya perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim melalui mimpinya, dimana Allah meminta beliau untuk menyembelih buah hati yang paling dia cintai, yakni Nabi Ismail As.
 
Tentang peristiwa ini, Allah SWT merekamnya dalam surat Al-Shaffat ayat 102; “Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
 
Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ulama terkait dengan apa makna dari dialog antara seorang ayah dan anak sebagaimana dilansir oleh ayat di atas. Sebagian kalangan berpendapat, bahwa dialog antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail itu mencerminkan kematangan ruhani dua orang hamba dimana kepatuhan dan ketaatannya kepada Tuhan tidak bisa lagi dihalang-halangi oleh pertimbangan apa pun. Termasuk pertimbangan kasih sayang seorang ayah pada puteranya.
 
Nabi Ibrahim, betapapun ia teramat menyayangi puteranya, namun secara jujur dan tegas tetap menyampaikan apa yang diperintahkan Allah untuk dilakukan terhadap Ismail. Sikap yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim sungguh merupakan sikap yang tidak akan pernah bisa ditiru oleh kalangan manusia manapun saat ini.
 
Begitu juga dengan Nabi Ismail. Tanpa digelayuti keraguan sedikitpun, beliau justru ‘menantang’ ayahnya untuk tidak ragu dan segera melaksanakan apa yang Allah perintahkan kepadanya. Bahkan Nabi Ismail membesarkan hati Nabi Ibrahim dengan mengatakan bahwa dia akan sabar menerima kenyataan akan perintah Allah yang sangat tidak mudah untuk diwujudkan, terutama oleh manusia dengan ketaatan dan kepatuhan yang sangat rapuh sebagaimana kita.
 
Sementara itu, para ulama sufi memandang bahwa diperintahkannya Nabi Ibrahim untuk menyembelih puteranya, selain merupakan dasar disyariatkannya ibadah qurban, peristiwa itu juga dipahami sebagai sebuah teguran Allah yang sangat keras kepada Nabi Ibrahim. Tentu ada alasan mendasar mengapa Allah SWT memberikan teguran sedemikian kerasnya kepada Nabi Ibrahim berupa perintah menyembelih (mengurbankan) puteranya. Dan alasan inilah yang penting kita renungkan pada saat Idul Qurban.
 
Melalui Al-Qur’an kita mengetahui, bahwa kelahiran Nabi Ismail merupakan sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Ibrahim. Hingga usia beliau sudah udzur, Allah SWT tak juga memberinya seorang putera. Baru kemudian sesudah memperistri Hajar, Allah memberinya keturunan, yakni lahirnya Nabi Ismail.
 
Betapa senangnya hati Nabi Ibrahim menyambut kelahiran Ismail yang begitu lama dia nantikan. Setiap saat, perhatiannya selalu tercurah kepada Ismail. Layaknya seorang ayah, Nabi Ibrahim pun memberikan cinta dan kasih sayangnya pada buah hatinya itu. Akan tetapi, dalam kapasitasnya sebagai seorang nabi dan rasul, sesungguhnya sangatlah terlarang bagi Ibrahim untuk membagi rasa cinta dan perhatiannya kepada selain Allah.
 
Dalam diskursus sufistik dikatakan bahwa Allah SWT sangat cemburu melihat para kekasihnya menaruh perhatian ‘lebih’ kepada segala sesuatu selain diri-Nya, sebagaimana perhatian Nabi Ibrahim kepada Ismail. Karena itulah Allah menyatakan kecemburuan-Nya pada Nabi Ibrahim melalui dua peristiwa. Pertama, ketika turun perintah untuk meninggalkan Ismail dan Hajar di tanah padang yang sepi dan tandus, dan yang kedua dengan turunnya perintah qurban itu sendiri.
 
Melalui peristiwa Nabi Ibrahim tersebut kita bisa mengambil pelajaran, bahwa untuk mencapai prestasi ruhani-spiritual yang gemilang, kita mesti belajar memalingkan hati kita dari apa pun selain Allah. Termasuk binatang ternak yang karenanya harus diqurbankan, atau harta benda yang wajib dizakati. Mengabaikan perintah qurban maupun zakat bagi yang mampu, sama halnya dengan mengundang kecemburuan Allah pada kita, dimana tidak ada jaminan kita akan sanggup menerima teguran akibat kecemburuan-Nya.
 
Tak ada seorangpun yang cemburunya melebihi Allah. Bahkan karena sifat cemburu-Nya itu, Allah haramkan semua perbuatan buruk dan perbuatan jahat. Begitulah Nabi Saw menegaskan dalam sabdanya. Wallahu A’lam.

Aku Rindu Jubah Abu Bakar

Malampun kian larut. Ketika sunyi menebarkan lelap pada kelopak mata manusia, seorang lelaki terbangun dari tidurnya. Sebenarnya, kantuk yang hebat masih membebat di kedua matanya. Namun ia tak peduli. Direntangkanlah kedua tangannya sambil kemudian bangkit dan berjalan menuju pancuran di belakang rumahnya, tempat ia berwudhu ketika hendak melakukan shalat.

Rasa dingin karena masih ada sisa hujan seketika memantikkan rasa enggan bagi kedua tangannya untuk membuka penutup lubang pancuran itu dan lalu memercikkan bening air dingin ke wajahnya lewat tangkup kedua tangannya yang kasar dan legam.
Kalau bukan karena doa teramat penting yang ingin dipanjatkan malam itu, rasanya tak mungkin ia membiarkan tubuh kerempengnya disergap dingin yang begitu gigil. Akan lebih baik meringkuk di bawah selimut sambil mendekap tubuh istrinya yang penuh lemak. Dan ketika hendak masuk, istrinya yang gendut itu muncul di depan pintu. Seperti biasa, perempuan yang sudah lima belas tahun dinikahinya itu akan bangun malam-malam untuk suatu tugas yang tak mungkin ditunda atau diwakilkan. Kencing. Sesudah itu, seperti biasanya juga, ia akan kembali ke pembaringan. Melanjutkan suara ngoroknya yang memekakkan.
"Apa yang kau lakukan?" tanya istrinya.
"Seperti yang kau lihat. Aku baru saja mengambil wudhu."
Istrinya tersenyum dengan sedikit menyindir. "Aneh. Tidak biasanya kau bangun malam-malam hanya untuk wudhu. Memangnya ada apa?"
"Ssttt!" Lelaki itu meletakkan telunjuk kanannya di depan bibirnya yang hitam. "Jangan bilang siapa-siapa. Malam ini, aku ingin berdoa. Doa yang sangat penting. Aku berharap Tuhan akan mengabulkan. Kalau tidak, aku akan merasa sedih seumur hidupku."
"Memangnya doa apa yang akan kamu minta? Serius banget. Kedengarannya doa yang penting."
"Bukan hanya penting. Tapi bagiku, ini sangat penting."
"Jangan belagu. Katakan saja, apa doamu kalau aku boleh tahu."
Lelaki itu duduk di samping istrinya yang sudah siap melanjutkan kembali tidur malamnya. "Istriku. Tidak cukup sekadar tahu apa doa yang ingin aku panjatkan malam ini. Kalau perlu, kau pun harus ikut berdoa denganku."
"Memang apa doamu?"
"Aku ingin bermimpi bertemu Abu Bakar."
"Busyet. Doa macam apa itu. Aku kira kau mau berdoa supaya Tuhan memberi kita rizki yang banyak. Ternyata hanya minta supaya mimpi ketemu Abu Bakar. Memang siapa dia? Apa istimewanya dia buat kita. Lama-lama tingkahmu makin kelihatan gila. Berdoa saja sendiri sana. Aku masih ngantuk."
Perempuan penuh lemak itu menarik selimutnya. Membiarkan suaminya termangu-mangu sendiri di bibir kasur. Sejurus kemudian lelaki itu segera berlalu dari samping istrinya. Lalu menggelar sajadah kumal dan berbau di atas lantai. Dengan sisa-sisa ingatan pada doa shalat malam yang pernah dia pelajari beberapa tahun yang silam, lelaki itu dengan mantap mengangkat kedua tangan. Melantunkan pekik takbir di tengah malam yang dingin berbalut gerimis.
Shalat dua rakaat sudah selesai dikerjakan. Masih di atas sajadahnya yang buram warna hiasannya, lelaki itu duduk dan tertunduk. Hatinya meratap penuh pinta agar ia diperkenankan bertemu Abu Bakar walaupun hanya di dalam mimpi-mimpi tidurnya.
"Tuhan! Tak bisa lagi kutanggung kerinduanku untuk bertemu Abu Bakar walaupun hanya lewat mimpi-mimpiku semata. Aku ingin sekali melihat wajahnya, warna jenggotnya, senyumannya, deretan giginya saat dia tersenyum. Namun diantara keinginan-keinginan itu, ada satu keinginan yang paling aku idamkan. Perlihatkan kepadaku saat dia memakai baju untuk shalat yang separuhnya penuh sulaman dari daun-daun kurma."
Usai mengucapkan doa itu dalam hatinya, tiba-tiba air mata lelaki itu meleleh. Betapa hangatnya air mata itu hingga seakan-akan mampu mengganti sisa dingin akibat bekas air wudhu yang tadi dia lakukan.
Lelaki itu mengusap bekas air mata di pipinya. Dan masih dalam keadaan terduduk, ia memejamkan kedua matanya, menjalankan imajinasinya menuju sebuah tempat dimana Abu Bakar dulu berada di sana.
Dengan bekal ingatannya pada sejarah Abu Bakar yang pernah dia baca serta doa yang baru saja dipanjatkan dengan hati khusyuknya, lelaki itu semakin yakin bahwa keinginannya untuk melihat Abu Bakar meski lewat mimpi tak lama lagi akan segera terkabul.
Di luar, bunyi gerimis makin terdengar jelas. Diantara desau angin dan sedikit bunyi petir yang sesekali menyambar, lelaki itu seperti mendengar suara-suara dikejauhan. Ya, suara percakapan antara dua orang atau mungkin tiga orang. Tapi siapa yang masih bercakap-cakap di tengah malam sepi dan bergerimis seperti ini. Peronda? Tak mungkin. Tak ada yang bersedia ronda di malam-malam seperti sekarang. Pencurikah? Ah, mungkin saja. Tapi kalau benar mereka pencuri, tentu saja mereka adalah pencuri yang bodoh. Bagaimana mungkin mereka bercakap-cakap dengan suara terdengar jelas seperti itu.
Lelaki itu bangkit dan berjalan perlahan menuju ruang dapur. Suara orang yang bercakap-cakap itu sepertinya memang berasal dari belakang dapurnya yang tak terlalu besar. 
  
  

Terguling Gara-Gara Lampu Sein

https://edorusyanto.files.wordpress.com/2011/06/lampu_sen_retro.jpg
Lampu sein pada motor dan mobil memang dibuat untuk digunakan sebagai pemberi tanda bagi pengendara ketika mereka hendak berbelok. Baik ke kiri maupun ke kanan. Bisa juga (bila nyala bersamaan) sebagai tanda untuk jalan terus lurus ketika melewati perempatan.
 
Ada teori sederhana untuk menyalakan lampu ini. Tak sulit, dan tak perlu hafal rumus kalkulus segala. Asal kabel-kabelnya tidak ada yang korslet, asal lampunya tidak mati, maka Anda cukup menggeser tombol ke kiri-kanan yang sudah tersedia.
 
Tapi ada beberapa hal yang tak banyak disadari oleh pengendara terkait dengan kapan saatnya menyalakan lampu sein ini. Bila Anda tidak memperhatikan bagian ini, maka kemungkinan besar keberadaan lampu sein yang seharusnya meminimalisir kecelakaan justru menjadi pendulang kecelakaan itu sendiri.
 
Hal pertama. Ketika Anda ingin belok kiri-kanan, maka sebaiknya harus dipastikan dengan tepat, kapan Anda harus menyalakan lampu sein. Kalau saya sendiri, saya akan menyalakannya sekitar 100 meter sebelum berbelok ke arah jalan/gang yang saya tuju sambil memperhatikan keadaan di belakang melalui kedua kaca spion. Kalau di depan cukup melalui kedua mata saja..haha.
 
Hal ini penting agar nyala lampu sein yang kedap-kedip macam orang lagi kasmaran dan kelilipan itu menjadi pertanda bagi pengendara di belakang maupun di depan bahwa saya akan berbelok sehingga mereka berinisiatif untuk memperlambat laju kendaraannya. Kalau kondisi di belakang maupun di depan sangat ramai, maka saya akan pelankan kendaraan saya sambil memberikan kesempatan bagi pengendara untuk mendahului/melewati saya sebelum saya berbelok. Ini berlaku kalau beloknya harus motong atau nyebrang jalan. Tapi kalau keadaan lengang dan hanya ada satu dua pengendara yang jaraknya cukup jauh dan memungkinkan bagi saya untuk segera berbelok, maka saya arahkan kendaraan hingga ke tengah-tengah jalan dan barulah kemudian berbelok.
 
Hal kedua. Bagi pengendara yang ingin berbelok dengan memotong jalan dan menyalakan lampu seinnya terlalu dekat dengan jalan/gang yang akan dituju, jelas akan sangat berbahaya bagi para pengendara di belakangnya dan juga bagi Anda. Mereka yang di belakang mungkin mengira Anda tidak akan berbelok, eh tapi tiba-tiba Anda menyalakan lampu sein dan begitu saja motong jalan (berbelok) tanpa lihat spion atau tanpa menoleh kebelakang bagi kendaraan yang tak ada spionnya atau kendaraan yang hanya memakai spion kecil yang tak memberikan manfaat apa-apa. Apa yang terjadi kalau begitu? Kemungkinan Anda akan ditabrak. Mending kalau motor di belakang Anda pelan saja jalannya. Tapi kalau ngebut...? Anda sendiri juga ikut benjut to.
 
Seperti yang pernah saya alami. Motor di depan dengan santai melenggang. Tapi begitu sampai di gang, si pengendara tiba-tiba nyalakan lampu sein dan begitu saja belok/motong jalan. Maka....brakkkk. Tergulinglah dia tapi selamatlah saya. Untung pelan. Sialnya, itu terjadi di depan pasar dan di samping pos polisi. Saya tenang-tenang saja diajak ke kantor Pak Polisi. Surat-surat lengkap, spion lengkap. Sedang orang yang saya tabrak tadi, spionnya sebiji dan itupun kecil.
 
Maka saya berinisiatif untuk ngomong lebih dulu sama Pak Polisi, "Maaf, Pak. Mas ini nyalakan seinnya tiba-tiba saja sambil langsung motong jalan. Padahal saya persis di belakangnya dan saya lihat dia seperti mau jalan terus. Tapi begitu sampai di jalan itu dia nyalakan sein dan langsung saja berbelok. Saya jelas kaget dan tidak sempat menghindar."
 
"Baik, Mas," jawab Pak Polisi, "tapi mohon maaf, bisa kami periksa surat-suratnya?"
Saya pun keluarkan semua surat-surat kendaraan saya. Lengkap. Sementara si mas yang saya tabrak itu kelabakan. Pakai helm sih dia iya. Tapi dia tak bawa SIM. Lagi pula, kata Pak Polisi, spionnya tidak standar dan dia memang salah karena belok secara tiba-tiba tanpa memperhatikan keadaan di belakangnya.
 
Saya berpikir, mungkin bagi mas itu ribet banget kalau harus noleh-noleh ke belakang. Sementara mau lihat spion terlalu kecil dan rendah. Tambah ribet. Lah, kenapa spionnya yang besar malah dicopot kalau tak mau ribet? Haahh....tau ah. Saya akhirnya sama Pak Polisi dipersilahkan jalan terus. Nggak tahu nasib si mas-mas itu.
 
Sepanjang jalan saya berpikir bahwa menyalakan lampu sein itu nggak bisa asal. Ada teorinya juga rupanya. Alhamdulillah, cara saya menyalakan lampu sein selama ini dan ditambah dengan mengedip-ngedipkan lampu rem lewat cakram sebelum berbelok memberikan manfaat. Semoga cerita ini pun bermanfaat bagi sodara. 
 

17 Tokoh Bicara Halal

Cover Buku
Tahun 1997-an, terbit sebuah buku berjudul "17 Tokoh Bicara Halal." Sebagaimana judulnya, di dalam buku itu memang banyak dikupas tentang masalah halal-haramnya makanan yang banyak dijual di pasaran. Ada 17 tokoh yang berbicara masalah ini yang kesemuanya disajikan dalam bentuk wawancara.
 
Isi tentang halal-haramnya makanan memang tergolong sesuatu yang relatif baru di Indonesia. Ada tuntutan yang kuat dari umat Islam terhadap pemerintahan Soeharto waktu itu untuk segera memberikan perhatian terhadap status halal-haramnya makanan. Beberapa tokoh di dalam buku ini menyebut bahwa fenomena itu merupakan salah satu tanda dari tumbuhnya kesadaran keagamaan.
 
Bahkan ada sebagian yang mengkritisi apakah pemberian lebel halal pada makanan itu harus dilakukan MUI atau pemerintah langsung. MUI cukup mengontrol dan memberikan ketentuan tentang seperti apa seharusnya sebuah makanan agar bisa dikategorikan halal.
 
Terlepas dari beragam wacana di dalamnya, ada satu pertanyaan yang diajukan pewawancara yang masih relevan untuk saat ini;
 
Bagaimana hukumnya makanan yang diproduksi oleh pabrik yang mengeksploitasi buruh?
 
Pertanyaan ini sangat bertalian dengan ulasan Cak Nun dalam pengantarnya. Seorang faqih disuguhi segelas air putih, tulis Cak Nun. Kalau memakai prosedur ilmiah, ia akan melakukan audit kimiawi untuk memastikan bahwa air putih itu halal. Kalau tak mungkin bawa laboratorium kemana-mana, mungkin ia berani menanggung kehalalan air itu berdasarkan common sense mengenai air putih serta berdasarkan firasat atau pengetahuan batin bahwa air di gelas itu tak unsur tak halalnya.
 
Namun sesungguhnya masih ada kewajiban kefiqihan lain yang mestinya sang faqih jalankan. Yakni suatu penyelidikan tartil mengenai posisi struktural dan sistemik dari asal usul air di gelas itu. Gampangnya, air itu curian atau tidak. Uang yang dipakai untuk membeli (mengemas, ed) air itu mengandung proses yang menyengsarakan orang atau tidak; dan itu sangat menentukan kadar dan kualitas kehalalan air tersebut (hlm.6).