Dari Abu
Hurairah ra, ia berkata bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, “Siapa
yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan
dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan
siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan
baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah
akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah
selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya. Siapa yang
menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke
surga. Sebuah kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah (untuk) membaca
kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan
kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka
dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-Nya.
Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu
tidak akan dipercepat oleh nasabnya,” (HR. Muslim)
Ada satu susunan kalimat dari hadis ini yang menarik perhatian saya, yakni Allah akan menolong hambanya selama hambanya
mau menolong saudaranya. Ada dua kata kunci yang menarik bagi saya di sini,
yaitu kata hamba dan saudara.
Saya memiliki
pendapat begini: Di hadapan Allah SWT, semua manusia tanpa terkecuali tidak
lain adalah makhluk. Sebagai makhluk, manusia harus meningkatkan derajatnya
menjadi hamba. Tentu caranya adalah dengan beriman dan melakukan amal kebaikan sebagaimana
yang Allah perintahkan. Salah satunya adalah kesediaan memberikan pertolongan.
Sedemikian
pentingnya memberikan pertolongan itu hingga hadis tersebut seakan-akan
menyiratkan betapa Allah seakan memiliki ketergantungan pada perbuatan hamba-hamba-Nya. Lihat,
Allah SWT akan selalu menolong selama hamba-Nya juga mau menolong orang lain. Pengertian
terbaliknya adalah, kalau hamba-Nya tak mau menolong berarti Allah pun enggan
memberikan pertolongan. Bukankah ini seperti menyiratkan ketergantungan Allah
pada perbuatan makhluk-Nya?
Tetapi tidak
demikian sejatinya. Allah SWT tak tergantung kepada apapun dan siapapun. Allah
berhak memberikan pertolongan kepada siapa saja sesuai kehendak-Nya. Kalau
dalam hadis di atas tersirat sebuah ketergantungan, maka sebenarnya hal itu
menunjukkan betapa pentingnya menolong itu sampai-sampai Nabi mengibaratkan
Allah baru akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya juga mau menolong
saudaranya.
Kata saudara
dalam hadis tersebut juga menarik untuk Anda pahami. Bagaimanapun, penyebutan
kata “saudara” jelas memberikan efek psikologis yang membuat seseorang
benar-benar merasa dekat dengan orang lain layaknya seorang saudara dengan
saudara lainnya.
Bisakah Anda
bayangkan bagaimana mungkin seorang saudara tak mau menolong saudaranya?
Persaudaraan macam apakah yang dijalani tanpa rasa saling perhatian dan peduli?
Maka hadis di
atas sungguh sangat tepat baik secara pesan maupun bahasa. Kita tidak boleh
mengacuhkan dan enggan memberi pertolongan kepada orang lain karena hakikatnya kita ini adalah
sama-sama seorang hamba. Di samping itu, kita juga tidak boleh mengacuhkan
orang lain sebab sejatinya kita ini adalah sesama saudara.
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Dan benarlah pula apa yang disampaikan Muhammad karena ia adalah kekasih dan utusan-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar