Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Malaikat dan Lelaki Penebang Pohon

Malaikat dan Lelaki Penebang Pohon

Konon, ada seorang suami kaya raya yang meninggal dunia. Namun harta kekayaan yang dia miliki diperoleh dengan cara-cara yang tidak benar menurut kacamata agama Islam. Dia mengkorupsi, menipu dan memalsukan apa saja demi mengeruk kekayaan. Saat kematiannya, Tuhan menimpakan hukuman dengan cara ditumbuhkannya kebencian yang amat parah di hati anak-anaknya sehingga mereka semua merasa jijik dan tak sudi mendoakannya.
 
Untuk itu, anak-anaknya yang mewarisi kekayaan ayahnya yang berlimpah itu kemudian membuat pengumuman bahwa siapa saja yang mau mendoakan almarhum ayahnya dan menjaga kuburannya selama empat puluh malam, maka dia akan diberi imbalan sebanyak Rp. 40 juta. Kabar ini pun sampai pada seorang penebang kayu freelance (heheee). Wah, ini peluang bagus nih. Demikian si penebang kayu itu membatin. Tanpa pikir panjang, si penebang kayu pun mendaftar. Karena tak ada pendaftar lain, jadilah lamaran si penebang kayu itu diterima dan mulailah malam-malam dia menjaga kuburan lelaki kaya tersebut. Tak ketinggalan dia membawa parang yang biasa digunakan untuk menebang kayu.
 
Malam pertama hingga malam kelima, semua berjalan biasa-biasa saja. Si penebang kayu berdoa agar lelaki itu diampuni dosa-dosa dan kesalahannya, dibebaskan dari siksa kubur betapa pun dia telah melakukan korupsi dan sebagainya. Usai berdoa, si penebang kayu itu pun tidur di sebelah kuburan tanpa rasa takut sedikitpun
 
Memasuki malam ketujuh, usai penebang kayu itu berdoa, datanglah seorang lelaki bertubuh tinggi mendekatinya.
 
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya lelaki itu.
 
"Aku menjaga kuburan si Fulan sambil mendoakannya," jawab si penebang kayu.
 
"Berapa lama kau akan melakukan pekerjaan ini?"
 
"Sampai empat puluh malam. Lumayan. Aku akan mendapatkan empat puluh juta hanya dengan menjaga kuburan ini dan mendoakan orang yang dikuburnya."
 
"Kau tahu, seperti apa orang yang dikubur itu?"
 
"Dia orang yang sangat kaya. Tapi denger-denger kekayaannya itu dia dapatkan dari korupsi, menipu dan sebagainya."
 
"Lalu, apa doamu untuknya."
 
"Ya, biasa. Saya mendoakan agar Tuhan mengampuninya. Meringankan hisab atasnya."
 
"Kau yakin usahamu akan meringankan apa yang harus mayit itu pertanggung jawabkan?"
 
"Moga-moga seperti itu."
 
"Kalau begitu, ketahuilah bahwa aku adalah malaikat yang diutus Allah untuk menanyaimu beberapa hal. Kau siap menjawab pertanyaanku?"
 
Si penebang kayu itu terperanjat. Keringat dingin mulai merembes dari jidatnya. Dengan bibir gemetar dia menjawab, "A....aku siap jawab."
 
"Baiklah. Aku tahu kau ini seorang penebang kayu panggilan. Dalam menebang kayu, kau gunakan parang itu, " kata malaikat sambil menunjuk ke sebilah parang di dekat si penebang itu. "Untuk itu aku ingin bertanya; dari mana kau dapatkan parang itu? gagangnya yang terbuat dari kayu, kayunya kau peroleh dari mana, dengan cara apa? Terus, tambang yang kau gunakan untuk menarik batang kayu yang hendak kau tumbangkan itu kau peroleh dari mana dan dengan cara apa pula kau mendapatkan semuanya itu? Bila parang dan gagangnya, serta topi yang biasa kau gunakan saat menebang, juga kaos, celana, ikat pinggang serta sepatu botmu itu kau dapatkan dengan cara membeli, lalu uang yang kau gunakan itu kamu dapatkan darimana. Dan terakhir, uang yang kau terima sebagai ongkos saat menebang kayu kau gunakan untuk apa? Demi mengabdi kepada Allah atau habis sia-sia? Ingat semua itu sebelum kau menjawabnya."
 
Lelaki penebang pohon itu makin gemetar. Tubuhnya sudah basah-lepos dengan keringat. Lelaki itu kemudian mengangkat parangnya dan memperhatikan benda tersebut dalam-dalam.
 
"Ya, Allah! Kalau urusan parang ini saja sedemikian rumit pertanggung jawabannya, apa lagi dengan mayat yang selalu kudoakan ini, yang hartanya melimpah karena korupsi, yang pendapatannya luar biasa karena manipulasi. Aduhh.....ampun. Ampun malaikat. Aku pulang saja. Tidak dapat empat puluh juta tak apa-apa daripada urusannya nanti berbelit-belit begini."
 
Seketika malaikat menghilang dan lelaki penebang pohon itu lari pulang meninggalkan parangnya.
 
Ya, Tuhan! Bagaimana dengan diriku. Apa yang kumiliki, apa yang kudapatkan selama ini, tak sepenuhnya suci. Tolong jangan adili aku dengan sifat-Mu yang Maha Mengadili karena rasa-rasanya aku tak bakal mampu mempertanggungjawabkan segala yang aku punya. Tapi adili aku dengan sifat Kasih-Sayang-Mu, Kelembutan-Mu dan ke-Maha Pengampunan-Mu.      

Kebumen, 2 Juni 2016

0 komentar:

Posting Komentar