Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » MegaProku Melibas Daendles

MegaProku Melibas Daendles


Jalan Daendels
Jalan Daendels

Setelah merasa yakin hujan benar-benar reda, tadi sekitar jam 14:09, saya memutuskan untuk segera pulang. Terbayang sudah bentang jalan Jogjakarta (Cabeyan) - Kebumen (Banjareja) yang kira-kira jaraknya mencapai 130-an Km.

Saya nyalakan starter MegaPro yang setia menemani saya selama kurun waktu 3 tahun ini. Namun baru mencapai 2 Km perjalanan, tepatnya ketika hendak memasuki Pintu Gerbang Alun-Alun Kabupaten Bantul, hujan seperti menunjukkan tanda-tandanya akan turun. Gerimis sebesar biji belimbing berubah menjadi butiran hujan sebesar biji kacang tanah. Setidaknya seperti itu yang saya rasakan berdasarkan suara gemeretapnya pada helm yang saya pakai.

Mau kembali lagi ke Cabeyan? Tak mungkin saya lakukan. Kepada istri saya sudah berjanji bahwa akan pulang hari ini. Maka saya hentikan motor di tepi jalan, mengeluarkan mantel hujan yang terpaksa bagian atasnya harus dipasang terbalik karena resletingnya sedang bermasalah. Saya sadar, hujan pasti akan sedikit membasahi punggung saya yang terbuka. Tapi tak masalah. Barangkali hujan tak akan berlangsung lama.
 
Saya jalankan kembali motor menerobos curah hujan yang terlihat seperti serat-serat yang berjuntaian sepanjang jalan. Kudendangkan lagu "Biarlah Bulan Bicara" sambil meniru suara penyanyinya, Broery Marantika. Setidaknya dengan begitu, saya masih bisa merangkai rasa senang dibawah terpaan hujan yang makin deras dan jauhnya jarak perjalanan yang harus saya libas.

Hingga memasuki wilayah Purworejo, hujan seperti menunjukkan tanda-tanda bahwa dia bakal tetap setia menemani perjalanan saya. Entah hingga kapan. Sampai di ujung Barat Wates, sebelum batas DIY-Jateng, saya belok kiri menuju jalur selatan untuk kemudian menapak di Jalan Daendels.

Di atas, awan makin tebal. Di ujung barat, mendung makin menggumpal. Dan hujan membuat saya menyanyikan lagu-lagu nakal. Karena kaburnya pandangan dari balik kaca helm saya yang hitam gelap, motor terpaksa saya pacu perlahan-lahan. Dan itu berarti, akan ada tambahan waktu cukup banyak untuk sampai di rumah menjumpai istri yang setia membuatkan kopi dan teriakan anak yang tingkah dan bahasanya makin konyol dari hari ke hari.

Saya tersenyum mengenang itu semua. Di atas motor ini, lembaran-lembaran peristiwa terjadi silih berganti. Bayangan keluarga, rasa dingin, gemeretap air hujan, suara motor dari knalpot kendaraan lain yang berpapasan, aksi meliuk-liuk menghindari batu dan lubang di tengah jalan, cahaya petir di langit yang menyulut rasa takut, semua berkelindan dalam diri. Entah berapa lagu dan bunyi-bunyian lainnya yang sudah meluncur dari mulut saya sejak dari Jogja. Dangdut, Pop, Marawis, Shalawat, Doa, Qira'ah, Sajak, Ceramah, semuanya menggema dari lubang mulut yang sama. Saya berpikir, perangkat audio motor saya ini sepertinya jauh lebih lengkap dan lebih canggih dari mobil apapun.

Mungkin ini terdengar gila. Tetapi saya mencoba menikmatinya. Seseorang yang menempuh perjalanan sepanjang 130 Km dengan motor, menerobos lebatnya hujan dan petir yang menyambar-nyambar, menahan dingin hanya dengan mantel tipis yang bagian atasnya dipasang terbalik, itu semua hanya dapat dilakukan dengan dua hal; nekat dan 'gila' yang keduanya harus dinikmati. Entah sebagai sebuah petualangan, pengalaman atau justru kegilaan itu sendiri.

Lalu tiba-tiba saya teringat Daendels. Jendral Hindia Belanda yang namanya disematkan pada jalan yang saya lalui ini samar-samar mengisi benak. Saya bertanya-tanya; apakah ide Daendels untuk melindungi Jawa dengan membangun banyak jalan walaupun banyak rakyat yang jadi korban ini sebenarnya merupakan idenya yang nekat atau gila?
 
Ah, tangan saya gemetar. Dingin makin menggempur. Saya mencoba untuk tak peduli pada keduanya. Bahkan mungkin pada si Daendels sendiri. Sebab akhirnya saya sampai juga di rumah. Istri membuatkan kopi dan menyediakan air hangat untuk mandi. Anak saya pun datang menyambut sambil berteriak-teriak, "Ayah pulaaaannnnnggggg...."

Saya tersenyum. Mereka berdua tersenyum. Apakah Anda juga mau ikut tersenyum?


Kebumen, 15 November 2014, 23:31 WIB.






0 komentar:

Posting Komentar