Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Filosofi "Jha' Butéran Mon Ngakan" Di Madura.

Filosofi "Jha' Butéran Mon Ngakan" Di Madura.

Pada sepiring nasi yang kita berdoa sebelum memakannya, kita tidak tahu Tuhan meletakkan berkah-Nya pada butir-butir nasi yang mana. Beruntung kalau berkah Tuhan pada makanan itu diletakkan pada semua nasi di atas piring itu. Tapi bagaimana kalau hanya pada sebagian  butiran saja? Karena itu, sebisa mungkin habiskan makanan yang kita makan. Jangan ada yang tersisa. Rasul menganjurkan untuk menjilati jari-jari kita sebelum membersihkannya usai kita makan (HR. Bukhari, no 5035).
http://baitulmaqdis.com/wp/wp-content/uploads/2014/09/sisa-nasi-di-piring-mubazir.jpg


Saya memahami anjuran itu karena dua alasan. Pertama, mungkin agar kita terhindar dari kebiasaan membuang-buang rizki (mubadzir) yang telah Tuhan berikan kepada kita walaupun jumlahnya hanya sebutir nasi (sedikit). Ini penting, sebab kita tidak akan pernah mampu menciptakan sebutir padi/sebutir nasi dan hanya Dia saja yang sempurna mampu menciptakannya.
 
Kedua, barangkali anjuran itu juga terkait dengan berkah tadi. Kita tidak tahu, jangan-jangan Tuhan meletakkan berkahnya pada sebutir nasi yang kita sisakan di atas piring untuk kemudian terbuang percuma di tempat cucian peralatan dapur. Kalau demikian, berarti berkah yang Tuhan letakkan di sebutir nasi itu gagal masuk ke tubuh kita. Padahal kita sudah berdoa, "Ya Allah, berkahilah apa yang telah engkau rizkikan pada kami, dan selamatkan kami dari siksa neraka."
 
Tentu makin miris persoalannya kalau kita terbiasa menyisakan banyak nasi atau tidak menghabiskan nasi yang kita makan dan lalu membuangnya. Kenapa sampai tersisa banyak nasi di atas piring? Barangkali, selain karena kita tidak berpikir bahwa kemungkinan ada berkah Tuhan pada butiran-butiran nasi yang tersisa itu, faktor lainnya bisa saja karena kita sudah kekenyangan atau mengambil nasinya di awal terlalu kebanyakan. "Makanlah dikala lapar dan berhenti sebelum kenyang." Begitu perintah Nabi yang mengajarkan kita untuk tahu menakar, tahu batasan, tahu ukuran.
 
Dulu, para orangtua di Madura selalu mewanti-wanti anaknya dikala makan, "Senga', mon ngakan jha' butéran." Perhatikan! Kalau makan jangan sampai ada sebutir nasi yang terbuang berceceran. Begitu kira-kira terjemahannya. Barangkali, secara tidak langsung para orangtua kita itu juga memahami bahwa siapa tahu Tuhan meletakkan berkahnya pada butiran nasi yang tersisa atau berceceran itu.
 
So, ayo habiskan sarapan pagi kita. 

0 komentar:

Posting Komentar