Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Ustadz-Ustadz Yang Saya Cintai Serta Perihal Jenis Kelamin Pancasila

Ustadz-Ustadz Yang Saya Cintai Serta Perihal Jenis Kelamin Pancasila

Hati saya sungguh gembira dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setelah Ustadz Felix yang berfatwa bahwa membela nasionalisme itu tidak penting, lalu Ustadz Abu Jibril yang mengatakan semua orang yang membela Pancasila akan binasa, maka sekarang bertambahlah satu lagi sosok Ustadz yang masuk dalam daftar para ustadz yang wajib saya cintai sepenuh hati. Dialah Ustadz Shiddiq Al-Jawi yang kemarin hari berfatwa tentang haramnya menghormat pada bendera Merah Putih.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/e/e2/Garuda_Pancasila,_Coat_Arms_of_Indonesia.jpg


Anda semua tidak perlu bertanya lagi perihal kadar cinta saya pada mereka. Meminjam bahasanya Bang Haji Rhoma Irama, "Tiada ibarat sebagai ungkapan" untuk melukiskan seberapa besar dan dalamnya rasa cinta saya kepada tiga manusia itu, yang dikirim langsung oleh Tuhan untuk mengingatkan saya terutama.
 
Saya akui, mereka bertiga adalah manusia-manusia pilihan yang memiliki keberanian total untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit akibatnya buat mereka. Dibanding mereka, keberanian saya justru tak ada apa-apanya. Ibaratnya, saya ini seekor kuman yang sedang berhadapan dengan tiga naga sakti dari negeri kahyangan. Saya tentu harus menghormat dan memuliakannya untuk bisa dilirik, apalagi bisa disapa oleh ketiganya.
Mohon maaf. Saya tidak sedang mengincar apa-apa dari mereka dengan mengatakan betapa saya teramat mencintai ketiga manusia suci itu. Setidaknya saya sudah baca istighfar, baca shalawat, baca tahlil, baca yasin dan kemudian istikharah sebelum memutuskan apakah saya harus mengutarakan cinta saya pada mereka atau tidak.
 
Saya berdoa, "Ya Tuhan. Berilah pertanda baik bila keputusan saya untuk mencintai tiga manusia mulia itu memang baik. Dan begitu pun sebaliknya." Itulah doa saya. Hasilnya.., sungguh seperti yang saya dambakan. Seekor kerbau putih datang dalam mimpi saya. Dalam lenguhannya saya seperti mendengar suara, "Bagus. Lanjutkan cintamu."
 
Sebelumnya saya merasa heran dan ragu, kenapa yang datang dalam mimpi saya malah kerbau? Bukannya unta? Bukankah unta itu lebih islami daripada kerbau? Beruntung saya teringat dengan sebuah nama; Kiai Slamet. Maka hilanglah keraguan saya seketika dan barulah saya yakin dengan mimpi saya dan kemudian saya utarakan rasa cinta saya pada ketiga ustadz itu, meski baru sebatas tulisan ini.
 
Tentu saya tak hanya mengandalkan mimpi semata untuk mengutarakan alasan saya dalam mencintai ketiganya. Jauh sebelumnya saya sudah mempelajari mereka bertiga melalui kepustakaan-kepustakaan, kamus-kamus dan beberapa informasi yang saya percayai. Dari beberapa informasi itu, saya menemukan dua alasan kenapa mereka bertiga layak saya jadikan sebagai bagian dari daftar orang-orang yang pantas saya cintai setelah kedua orangtua saya, istri dan anak.
 
Pertama, Anda harus tahu bahwa baik Ustadz Felix, Ustadz Abu Jibril dan Ustadz Shiddiq adalah sosok-sosok manusia yang memiliki rasa cinta begitu gemuruh terhadap 'islam'. Totalitas dan kemurnian cinta mereka kepada 'islam' tak bisa ditandingi oleh kemurnian apapun di dunia ini. Termasuk emas murni sekalipun.
 
Mereka bertiga sedemikian heroiknya dalam menjaga kemurnian 'islam' sehingga apa pun yang tidak benar-benar bernafaskan islam akan mereka lawan sampai titik darah penghabisan. Contoh, karena Pancasila tak mencerminkan 'islam' maka Abu Jibril dengan tangkas dan meyakinkan mengatakan bahwa siapa yang membela Pancasila maka dia akan binasa.
 
Saya berpikir, mungkin Pancasila perlu ditentukan dulu jenis kelaminnya sebelum kita sepakat untuk memberinya cerminan 'islam'. Kalau jenis kelaminnya lelaki, dia harus dipakaikan jubah, surban dan diberi jenggot sedikit. Tapi kalau perempuan, tentu harus diberi hijab, jilbab dan cadar. Entahlah, ini hanya pikiran dangkal, bodoh dan ngawurnya saya saja. Tapi yang jelas, hanya orang-orang yang sudah diberi tahu catatan Allah mengenai rahasia seluk-beluk nasib manusia sajalah yang berani mengatakan apakah pembela Pancasila itu celaka atau tidak. Abu Jibril salah satunya. Karena itulah saya mencintai dia.
 
Kedua, setuju-tidak setuju Anda harus tahu ketiga manusia mulia itu sesungguhnya adalah orang-orang yang paling besar rasa cintanya -tidak hanya kepada 'islam', melainkan juga kepada Bangsa Indonesia. Mereka bertiga adalah orang-orang yang tingkat kedekatannya kepada Tuhan sudah tak lagi disekat oleh apa pun. Mereka begitu karib dengan Tuhan.
 
Mungkin karena kedekatannya itulah Tuhan memberikan informasi tentang apa yang salah dari negeri ini dan Tuhan sekaligus memilih mereka untuk mengingatkan bangsa ini dan kita semua. Siapa tahu kan. Siapa tahu misalnya Tuhan berkata kepada Felix, "Lix, sampaikan bahwa membela nasionalisme itu nggak ada dasarnya, tapi membela khilafah jelas pahalanya."
 
Atau siapa tahu juga Tuhan berkata pada Shiddiq, "Diq, katakan bahwa menghormat pada bendera itu haram." Dan puncaknya Tuhan pun berkata pada Abu Jibril, "Bril, peringatkan orang-orang Indonesia, siapa yang membela Pancasila, maka mereka akan binasa." Untuk Abu Jibril saya katakan puncak karena dia adalah bapaknya (moyangnya) Jibril kayaknya. Entah Jibril malaikat Jibril atau Gabriel Batistuta yang kalau dilafal Arabkan tentu bukan lagi Gabriel, melainkan Jibril.
 
Saya berbaik sangka saja pada mereka bahwa mereka mengeluarkan fatwa demikian tidak lain karena mereka begitu cinta dan sayangnya pada Indonesia. Dan rasa sayang mereka pada bangsa ini tidak muncul dari kehendak mereka sendiri, melainkan memang diperintahkan langsung oleh Tuhan sehingga fatwa-fatwa mereka bertiga tak perlu diragukan lagi kesahihannya.
 
Sampai di sini, Anda pasti sudah bisa memahami, kenapa saya begitu mencintai ketiga manusia tokcer dunia-barzakh-makhsyar-akhirat ini.
Selain itu, saya selalu memendam keinginan untuk kapan kiranya saya bisa mengundang mereka bertiga ke rumah saya yang penuh rayapan itu. Lalu mengajak mereka makan jagung bakar malam-malam, menghirup kopi hangat campur jahe bakar sambil memandang ke atas langit yang penuh bintang bertaburan.
 
Saya ingin sekali berbicara banyak dengan mereka sambil menatap wajah mereka yang begitu bercahaya yang sekaligus tergambar peta-peta surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Bila keinginan saya terkabul, saya ingin sekali mengungkapkan perasaan saya;
 
"Buka baju batik, sorban dan jubahmu, kekasih. Keluarlah sejenak dari barisan jemaahmu, yang barangkali karena teriakan gempita dan elu-elu merekalah engkau tegak berdiri bak satu-satunya orang suci. Kenakan pakaian kesederhanaan sebagaimana Abu Bakar yang mengenakan kain bersulam daun kurma usai seluruh rekeningnya ia serahkan untuk Islam semuanya. Berkunjunglah ke pelosok-pelosok kampung yang kumuh, dan bawakan kami yang kelaparan ini makanan-makanan yang ada di rumahmu sebagaimana Umar bergerilya malam-malam, memikul sendiri gandum di pundaknya demi mengetahui rakyatnya yang kelaparan. Kibarkan bendera kasih sayangmu. Terbangkan burung-burung kerendahhatianmu. Bela kami tanpa harus meremehkan hasil perjuangan yang sudah dibayar dengan niat suci, darah dan air mata oleh para orang tua kami yang karena jasanya engkau bisa terus berdzikir di negeri ini. Temukan Islam bukan sekadar pada jemaahmu yang begitu runduk di hadapanmu. Tapi juga di sini, di rumah-rumah yang barangkali penghuninya tak seagama dengan agamamu. Bila tauhidmu tegak, kekasih. Bila syahadatmu nyalang dalam pandangan, niscaya kau akan tahu bahwa mereka yang tak seiman denganmu, semuanya tercipta bukan dari tanganmu yang gemar menenteng tasbih itu, melainkan dari 'Tangan' Tuhanmu juga. Lalu bagaimana mungkin, engkau yang selalu mensucikan nama-Nya setiap saat, justru berniat memberangus mereka dengan kata jihad dan tegaknya syariat mutlak."   
 
Kalau Anda protes, "Masak pada orang yang dicintai berkata begitu..!?" Maka saya tegaskan disini, bahwa meskipun saya mencintai ketiga Ustadz itu, namun saya tak harus selalu membenarkan pendapat mereka, bukan. Selama mereka masih hidup menetap di wilayah kemanusiawian mereka, mereka bertiga tetap berpeluang besar untuk salah dan harus bersedia pula untuk dipersalahkan. Kecuali mereka sudah mendeklarasikan diri bahwa misalnya mereka sudah diangkat derajatnya oleh Tuhan menjadi malaikat. Tapi apa iya...!?
 
Entahlah. Saya ini fakir, bodoh, kurus-kerempeng. Jadi mohon maaf saja kalau saya menulis begini ini. Terutama kepada ketiga ustadz yang saya cintai ini. Saya mohon maaf banget pokoknya. Semoga Anda bertiga masuk surga bersama saya sekeluarga. Amin
 

0 komentar:

Posting Komentar