Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Spirit Super Jlebb Di Balik Gemuruh Qurban; Sebuah Renungan Pribadi

Spirit Super Jlebb Di Balik Gemuruh Qurban; Sebuah Renungan Pribadi

Motong Binatang Qurban
Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Idul Qurban merupakan peristiwa yang memiliki akar historis begitu panjang, bahkan beberapa abad sebelum kahadiran Rasulullah Muhammad Saw. Cikal bakal dari disyariatkannya qurban ini diperantarai oleh turunnya perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim melalui mimpinya, dimana Allah meminta beliau untuk menyembelih buah hati yang paling dia cintai, yakni Nabi Ismail As.
 
Tentang peristiwa ini, Allah SWT merekamnya dalam surat Al-Shaffat ayat 102; “Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
 
Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ulama terkait dengan apa makna dari dialog antara seorang ayah dan anak sebagaimana dilansir oleh ayat di atas. Sebagian kalangan berpendapat, bahwa dialog antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail itu mencerminkan kematangan ruhani dua orang hamba dimana kepatuhan dan ketaatannya kepada Tuhan tidak bisa lagi dihalang-halangi oleh pertimbangan apa pun. Termasuk pertimbangan kasih sayang seorang ayah pada puteranya.
 
Nabi Ibrahim, betapapun ia teramat menyayangi puteranya, namun secara jujur dan tegas tetap menyampaikan apa yang diperintahkan Allah untuk dilakukan terhadap Ismail. Sikap yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim sungguh merupakan sikap yang tidak akan pernah bisa ditiru oleh kalangan manusia manapun saat ini.
 
Begitu juga dengan Nabi Ismail. Tanpa digelayuti keraguan sedikitpun, beliau justru ‘menantang’ ayahnya untuk tidak ragu dan segera melaksanakan apa yang Allah perintahkan kepadanya. Bahkan Nabi Ismail membesarkan hati Nabi Ibrahim dengan mengatakan bahwa dia akan sabar menerima kenyataan akan perintah Allah yang sangat tidak mudah untuk diwujudkan, terutama oleh manusia dengan ketaatan dan kepatuhan yang sangat rapuh sebagaimana kita.
 
Sementara itu, para ulama sufi memandang bahwa diperintahkannya Nabi Ibrahim untuk menyembelih puteranya, selain merupakan dasar disyariatkannya ibadah qurban, peristiwa itu juga dipahami sebagai sebuah teguran Allah yang sangat keras kepada Nabi Ibrahim. Tentu ada alasan mendasar mengapa Allah SWT memberikan teguran sedemikian kerasnya kepada Nabi Ibrahim berupa perintah menyembelih (mengurbankan) puteranya. Dan alasan inilah yang penting kita renungkan pada saat Idul Qurban.
 
Melalui Al-Qur’an kita mengetahui, bahwa kelahiran Nabi Ismail merupakan sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Ibrahim. Hingga usia beliau sudah udzur, Allah SWT tak juga memberinya seorang putera. Baru kemudian sesudah memperistri Hajar, Allah memberinya keturunan, yakni lahirnya Nabi Ismail.
 
Betapa senangnya hati Nabi Ibrahim menyambut kelahiran Ismail yang begitu lama dia nantikan. Setiap saat, perhatiannya selalu tercurah kepada Ismail. Layaknya seorang ayah, Nabi Ibrahim pun memberikan cinta dan kasih sayangnya pada buah hatinya itu. Akan tetapi, dalam kapasitasnya sebagai seorang nabi dan rasul, sesungguhnya sangatlah terlarang bagi Ibrahim untuk membagi rasa cinta dan perhatiannya kepada selain Allah.
 
Dalam diskursus sufistik dikatakan bahwa Allah SWT sangat cemburu melihat para kekasihnya menaruh perhatian ‘lebih’ kepada segala sesuatu selain diri-Nya, sebagaimana perhatian Nabi Ibrahim kepada Ismail. Karena itulah Allah menyatakan kecemburuan-Nya pada Nabi Ibrahim melalui dua peristiwa. Pertama, ketika turun perintah untuk meninggalkan Ismail dan Hajar di tanah padang yang sepi dan tandus, dan yang kedua dengan turunnya perintah qurban itu sendiri.
 
Melalui peristiwa Nabi Ibrahim tersebut kita bisa mengambil pelajaran, bahwa untuk mencapai prestasi ruhani-spiritual yang gemilang, kita mesti belajar memalingkan hati kita dari apa pun selain Allah. Termasuk binatang ternak yang karenanya harus diqurbankan, atau harta benda yang wajib dizakati. Mengabaikan perintah qurban maupun zakat bagi yang mampu, sama halnya dengan mengundang kecemburuan Allah pada kita, dimana tidak ada jaminan kita akan sanggup menerima teguran akibat kecemburuan-Nya.
 
Tak ada seorangpun yang cemburunya melebihi Allah. Bahkan karena sifat cemburu-Nya itu, Allah haramkan semua perbuatan buruk dan perbuatan jahat. Begitulah Nabi Saw menegaskan dalam sabdanya. Wallahu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar