Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » MENABUNG SAMPAH DI SUNGAI...

MENABUNG SAMPAH DI SUNGAI...

http://blogs.swa-jkt.com/swa/11245/files/2014/03/V10sO.jpg
Pernahkah kita membayangkan, suatu hari nanti, saat anak-anak cucu kita minta diceritakan perihal sungai, tiba-tiba kita kehilangan bahan untuk bercerita? Sungai yang sewaktu kecil dulu pernah menjadi tempat kita mandi bersama teman, memancing ikan dan bersenda gurau sambil menyelam, tiba-tiba sekarang tinggal kenangan.

Dulu, kita masih bisa menyaksikan air sungai yang semerawang. Ikan-ikan yang berenang di dalamnya seakan nampak jelas di pelupuk mata. Tetapi keadaan begitu cepat berubah. Secepat berubahnya usia kita yang makin tua. Sungai yang semula jernih kemudian berubah menjadi kumuh, ladah. Airnya hitam, pekat dan bau. Yang berenang bukan lagi gerombolan ikan yang sedang berkejaran berebut lumut dan ganggang. Tapi sampah. Sampah yang bertumpuk.

Di tepiannya, tak ada lagi gelak tawa kanak-kanak sebagaimana masa-masa kecil kita dulu. Tak ada pemancing yang menikmati desiran angin di atas gumuk-gumuk batu, di bawah pohon yang rindang, sambil sesekali mencerling ke dalam sungai untuk melihat apakah umpan kailnya di sambar ikan. Yang tertinggal dari kenangan kita akan sungai saat ini dan masa depan nanti barangkali hanyalah kesunyian. Selebihnya, kesedihan.

Saat ini, cerita perihal sungai di seantero nusantara memiliki tema yang hampir sama. Kumuh, penuh sampah dan juga limbah. Jangankan manusia yang sudi mendekatinya, bahkan ikan-ikan pun seperti enggan dan memilih untuk menjauh. Entah kemana. Anak-anak lebih senang bermain di dalam kamar bersama gadget canggihnya. Ketika mereka diajak berjalan-jalan di tepian sungai, dengan cepat mereka menutup rapat lubang hidungnya dengan ekspresi wajah yang menunjukkan rasa jijik begitu rupa. Hueekkk....cuih.

Dimanakah kita bisa menemukan sungai yang benar-benar menyenangkan untuk disinggahi? Mungkin di sebagian daerah, masih ada sungai-sungai yang bersih. Ya, di sebagian daerah yang jauh, di pedalaman-pedalaman hutan lebat yang tidak memungkinkan bagi kita menyambanginya setiap saat. Kalaupun kita menikmatinya, hal itu terkadang hanya sebatas lewat tayangan televisi yang begitu sebentar karena durasi. Setelah itu, kita hanya bisa mengelus dada karena sungai di sebelah rumah kita sudah teramat sulit dinikmati keindahannya akibat kita timbun dengan berbagai macam sampah.

Coba lihat sungai-sungai di Jakarta. Ribuan jenis sampah setiap hari dibuang ke dalam sungai. Sungai seakan menjadi tempat sampah alami dan tanpa perasaan bersalah mereka membuang plastik, pampers, bahkan bangkai-bangkai kursi dan lemari ke dalamnya. Akibatnya? Tentu sudah dapat kita duga. Saat musim hujan tiba, sampah menggunung menutupi saluran, dan banjir pun menghantam kampung hunian.

Siapa yang salah? Kompleks. Sempitnya hunian, sempitnya lahan dan mungkin terbatasnya kantong-kantong pembuangan sampah menjadi alasan yang selalu bisa dikemukakan berulang-ulang. Karena itu, serahkan masalah ini kepada semua pihak yang memang harus bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan di daerah Jakarta.

Tapi bagaimana dengan sungai yang ada di dekat rumah kita? Tak usah jauh-jauh, sungai di sebelah rumah saya misalnya saat ini sudah kotor dengan sampah. Padahal lahan rumah-rumah penduduk begitu luas dan tidak sepadat perkampungan Jakarta. Kalau pun mau, mereka sebenarnya bisa membuat kantong sampah sendiri dengan membuang jurang khusus dekat halaman rumah. Untuk sampah-sampah plastik, sebaiknya dibakar. Sementara untuk sampah non-plastik, lebih baik dikubur dekat pohon-pohon yang kita dambakan hasilnya sebagaimana yang saya lakukan selama ini.

Bagi anda yang hidup di kampung-kampung dengan lahan yang luas dan berdekatan dengan sungai, tak ada alasan bagi anda untuk membuang sampah ke dalam sungai. Sungai adalah sungai. Di sana ikan-ikan melangsungkan haknya untuk hidup, dari sana kita bisa mengairi ladang-ladang serta karenanya mata air di sumur kita bisa terus terjaga kelestariannya.

Mari sedikit mengenang. Konon, peradaban-peradaban besar lahir dari riak dan jernihnya aliran sungai yang terjaga. Sungai Nil melahirkan peradaban Mesir, sungai Gangga dengan peradaban Indianya, sungai Tigris melahirkan peradaban Mesopotamia. Demikian juga dengan sungai Eufrat. Di Indonesia, kita juga mengenal sungai Begawan Solo yang pernah ramai sebagai sarana transportasi sungai sejak kejayaan Majapahit.

Bagaimana dengan sungai di dekat rumah kita? Tak perlu bermimpi muluk-muluk bahwa suatu ketika akan lahir peradaban besar dari sungai-sungai sebelah rumah kita. Yang terpenting untuk dilakukan adalah jaga sungai kita dengan baik. Hentikan kebiasaan membuang sampah ke dalam sungai, membuang limbah dan meracuninya sehingga banyak biota yang mati percuma. Bila sungai terjaga, anda akan tenang, bahagia. Dan perasaan itulah yang akan membantu anda sehingga mampu memunculkan ide-ide segar sebagai bibit dari tumbuhnya peradaban besar.

Membuang sampah di sungai sama dengan menabung sampah di sana. Dan suatu ketika tabungan itu akan membengkak, membesar dan hasilnya akan kembali kepada anda dan anak cucu anda dalam wujud yang lain. Banjir.      

0 komentar:

Posting Komentar