Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » MASJID YANG RAMAI DAN MASJID YANG SEPI

MASJID YANG RAMAI DAN MASJID YANG SEPI

http://ichef.bbci.co.uk/news/ws/660/amz/worldservice/live/assets/images/2015/06/26/150626125505_masjid_640x360_afp.jpg
Di sebuah desa, ada dua bangunan masjid. Namanya Masjid Baiturrahman dan Masjid Baiturrahim. Meski kedua masjid itu letaknya berdekatan, namun suasana kedua masjid tersebut sangatlah berbeda, terutama di kala masuk waktu shalat. Di Masjid Baiturrahman, suasana cenderung sepi usai adzan dikumandangkan. Para jamaahnya duduk berdzikir dengan suara pelan. Sebaliknya di Masjid Baiturrahim suasana terdengar ramai. Usai adzan, muadzdzinnya membaca pujia-pujian melalui pengeras suara, diikuti oleh jamaah yang sedang menunggu iqamah di belakangnya.
 
Bunyi puji-pujian dari pengeras suara Masjid Baiturrahim terdengar jelas ke Masjid Baiturrahman. Bahkan puji-pujian itu masih terdengar saat shalat sudah ditegakkan di Masjid Baiturrahman. Suara puji-pujian itu dibaca sembari menunggu datangnya jamaah. Namun hal itu rupanya dianggap sebagai gangguan oleh salah seorang takmir Masjid Baiturrahman.
 
"Itu orang-orang di Masjid Baiturrahim maunya apa sih. Puji-pujiannya bikin ganggu kita di sini yang sedang shalat. Mbok nggak usah pakai pengeras suara kan bisa," kata si takmir dengan muka masam.
 
Karena merasa selalu terganggu, suatu ketika si takmir bermaksud mengadukan masalah itu. Tapi dia tidak tahu hendak mengadukan persoalan tersebut kepada siapa.
 
Suatu hari, datanglah seorang lelaki tua ke Masjid Baiturrahman menjelang shalat Dhuhur. Sembari menunggu iqamah, lelaki ini membaca puji-pujian dengan suara yang sedikit dikeraskan. Melihat hal itu, si takmir Masjid Baiturrahman makin jengkel dibuatnya. Sehabis shalat, si takmir itu pun menegur lelaki tua tersebut.
 
"Hai, Pak. Di sini kalau mau puji-pujian atau dzikiran, sebaiknya dibaca pelan-pelan saja."
 
"Loh. Memangnya kenapa?"
 
"Mengganggu. Tadi bapak kan lihat, di sebelah bapak ada jamaah yang lagi shalat sunnah. Kalau bapak puji-pujiannya dikeraskan, itu kan mengganggu kekhusyukan jamaah yang shalat sunnah itu."
 
"Oh, jadi kamu yakin jamaah yang shalat tadi tidak akan khusyuk dengan dzikir yang saya baca?"
 
"Pasti."
 
"Bagaimana kalau dia justru semakin khusyuk. Semakin ingat pada Allah."
 
"Tidak mungkin. Kalau bapak mau dzikiran dengan suara keras seperti tadi, ya sana di Masjid Baiturrahim."
 
"Baiklah kalau begitu. Saya minta maaf sebelumnya. Tapi, bolehkah saya menceritakan sesuatu kepada Anda?"
 
"Mau cerita apa?" tanya si takmir dengan ketus.
 
"Konon, ada orang datang berkunjung ke rumah alm. Mbah Hamid Pasuruan bersama beberapa orang tamu lainnya. Kepada para tamunya itu, Mbah Hamid berkata kalau shalat itu cobalah baca surat-surat Al-Qur'an yang panjang-panjang ayatnya. Kemudian seorang tamu dari Madura membatin, bagaimana kalau tidak hafal surat-suratan yang panjang itu. Setelah membatin seperti itu, Mbah Hamid kemudian menjawab, "Kalau tidak hafal, pegang Al-Qur'an." Tamu yang dari Madura itu terkejut karena Mbah Hamid dapat membaca pikirannya. Dia kemudian membatin lagi, masak shalat sambil pegang Al-Qur'an, bukankah kata fiqih itu bisa batal. Selesai membantin seperti itu, Mbah Hamid kembali menjawab, "Memegang Al-Qur'an dalam shalat bila benar-benar diniatkan untuk Allah tidak menjadikan shalatnya batal." Nah, begitulah ceritanya mas takmir," kata lelaki tua tersebut.
 
"Cerita itu apa hubungannya dengan saran saya tadi?"
 
"Begini, mas. Kalau Anda shalat dan kemudian Anda merasa terganggu dengan dzikiran yang dibaca dari masjid sebelah, berarti Anda tidak khusyuk dong. Suara dzikir kok malah membuat shalat Anda tidak khusyuk, itu bagaimana bisa? Pasti semua itu terjadi karena dasarnya Anda tidak suka pada orang dzikiran pakai pengeras suara. Jangan fokus pada pengeras suaranya, tapi fokuslah pada apa yang dibacanya. Kalau fokus pada pengeras suaranya, apalagi didasari oleh rasa tidak suka, maka dzikir pun jadi salah dalam pandangan Anda. Harusnya suara dzikir itu makin membuat Anda tambah khusyuk. Bukan sebaliknya."
 
"Nggak bisa seperti itu, Pak. Anda ini mengada-ada saja."
 
"Begini saja. Kalau seseorang benar-benar khusyuk hatinya saat shalat, jangankan suara dzikiran dari pengeras suara, suara orang nyanyi pun akan membuat shalat Anda makin khusyuk, hati Anda makin ingat kepada Allah."
 
"Ah, omong kosong. Itu tidak mungkin."

"Kenapa tidak mungkin!? Mungkin saja. Bagi orang yang hatinya suci dan khusyuk, apa pun yang dilihat dan didengarnya akan menjadi sesuatu yang transenden, yang akan membawanya makin dekat dengan Allah. Kalau misalnya Anda shalat, lalu terdengar suara orang sedang menyanyi, maka katakan saja dalam hatimu, "Ya Allah, suara-suara itu bukankah dari Engkau juga sumber muasalnya?. Mulut-mulut manusia tak akan mampu memperdengarkan suara-suaranya seandainya Engkau tidak menghendaki itu terjadi. Bunyi-bunyian bisa terdengar hanya karena Engkau memperkenankan. Dan karena iradah-Mu juga, sesuatu yang tak punya mulut dan kita sangka tak bisa berbicara, justru kelak akan lantang menuturkan segala-galannya."

"Apa mungkin yang tak memiliki mulut bisa berkata?"
 
"Jangan bodoh. Tuhan telah tegaskan, "alyauma nakhtimu 'alá afwáhihim wa tukallimuná aydíhim wa tasyhadu arjuluhum bimá kánú yaksibún." Karena itu mas takmir, jangankan suara dzikiran dari pengeras suara di masjid sebelah, kalau hati Anda benar-benar khusyuk saat shalat, musik dangdut pun yang Anda dengar tetap dapat membuat Anda khusyuk. Alam semesta ini sunyi dan baru terdengar suara-suara karena iradah Allah semata. Karena itu mas takmir, mari belajar menghayati apa yang kita lihat dan kita dengarkan sebaik mungkin agar kita tidak mudah marah, mangkel dan kesal kepada sesuatu yang sayangnya sesuatu itu ternyata tidak kita pahami dengan baik-baik."
 
Si takmir terdiam seperti mencermati ucapan lelaki tua tadi. 

Sementara suara dzikir dari masjid sebelah, kini sudah tidak terdengar lagi. 
 

Kebumen, 9 Juni 2016

0 komentar:

Posting Komentar