Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Sastra dan Dunia Anak

Sastra dan Dunia Anak

Anak-Anak
Hari itu, Yasnaya Polyana -sebuah kota kecil yang terletak di selatan kota Moskow Rusia- tampak ramai oleh anak-anak. Mereka bermain di sebuah rumah yang di dalamnya berdiam seorang sastrawan besar Rusia; Leo Toltoy. Yang menarik adalah bahwa anak-anak itu bukan berasal dari keluarga para sastrawan, bangsawan, apalagi orang kaya. Akan tetapi mereka berasal keluarga para budak.

Mungkin sulit dipercaya, sastrawan kelas dunia sekaliber Leo Tolstoy bersedia secara jumawa menjadikan rumahnya yang rimbun dan teduh itu sebagai sarana yang memberikan keleluasaan kepada anak-anak budak untuk belajar dan bermain menikmati dunianya sendiri. Dunia yang penuh keceriaan. Tetapi fakta dan realitas sejarah tentang itu tak bisa dibantah.

Leo Tolstoy menempati rumahnya di Yasnaya Polyana sejak tahun 1856 hingga 1910. Dan pada tahun 1859 ia mendirikan sekolah yang secara khusus didedikasikan kepada anak-anak budak. Sekolah itu berdiri tepat dua tahun sebelum Pemerintahan Tsar Aleksandr II secara resmi menghapus sistem perbudakan (Krespotnoye Rusia) di Rusia pada tahun 1861.

Ini sungguh luar biasa. Atas inisiatifnya memberdayakan anak-anak kaum budak, Leo Tolstoy telah menggetarkan kesadaran Tsar Aleksandr untuk menghapus segala macam bentuk deskriminasi atas nama apapun. Kebijakannya menjadi langkah awal yang mengantarkan rakyat Rusia memperoleh kesempatan yang sama untuk berdaya.

Sementara bagi Leo Tolstoy, nama besar yang disandangnya tidak menjadi penghalang untuk menerjemahkan ide-ide dan naluri kesastrawanannya dalam merangkul, memberdayakan dan membela siapa saja. Termasuk anak-anak dari kalangan budak dan kaum papa.

Mungkin tidak banyak yang menyadari, bahwa Tolstoy yang lahir dari keluarga bangsawan kaya itu adalah sosok humanis yang sangat dekat dengan anak-anak. Tolstoy tidak hanya mahir menganalisa kehidupan konflik batin tokoh-tokoh ciptaannya. Di balik keseriusannya mencipta karya-karya yang monomental, Tolstoy ternyata juga menghikmati kesederhanaan dan keluguan dunia anak-anak.

Hal ini bisa dimaklumi mengingat karya pertama Tolstoy yang kemudian mengantarkannya berkubang dalam dunia kesusastraan sangatlah dekat dengan dunia anak. Dalam Detstvo (Masa Kecil) misalnya, Tolstoy berbicara tentang perasaan cinta kepada Tuhan dan orang-orang terdekat berdasarkan sudut pandang seorang anak. Dan ini merupakan karya pertama Tolstoy yang sekaligus mengantarkannya menjadi sastrawan besar dunia.

Ada satu prinsip yang menjadi motif utama Tolstoy sampai harus menjadikan rumahnya sebagai sekolah bagi anak-anak budak waktu itu. Menurutnya, setiap orang memiliki kebebasan berimanjinasi dan berekspresi. Dua hal ini merupakan hak setiap manusia, termasuk anak-anak.

Bahkan Tolstoy dengan tegas menentang institusi sekolah yang dalam keadaan tertentu sering melakukan pembelengguan terhadap keleluasaan anak untuk membangun imajinasi mereka dan berekspresi. Bagi sastrawan beraliran realisme dan master “dialektika jiwa” ini anak-anak harus bebas mengekspresikan masa kanak-kanaknya sesuai dengan dunia dan jiwa mereka.

Setiap ada kesempatan bertemu dengan anak-anak didiknya, Tolstoy sering melakukan dialog bersama mereka. Hal ini mungkin benar-benar berada di luar dugaan kita. Sebab barangkali selama ini kita mempersepsikan sosok Tolstoy sebagai tokoh yang hampir tak memiliki waktu bercengkerama dengan anak-anak.

Dalam sebuah pesan yang disampaikan Tolstoy atas pertanyaan anak didiknya mengenai nilai moral, ia pernah berkata, “Kita semua tahu bahwa kita menjalani hidup bukan sebagaimana seharusnya, tetapi bagaimana agar bisa hidup. Karena itu haruslah selalu diingat, bahwa hidup kita bisa dan harus lebih baik. Dengan mengingat hal itu, kita tidak boleh lalu menyalahkan kehidupan orang lain dan kehidupan sendiri tanpa memperbaikinya. Tapi kita harus berusaha setiap hari dan setiap saat untuk sedikit lebih baik dan terus memperbaiki diri. Inilah yang paling penting dan paling menyenangkan dalam hidup ini.”

Tak hanya itu. Untuk memperteguh prinsip pembelaannya terhadap anak-anak, Tolstoy menyisihkan waktunya untuk menorehkan karya-karya sastra yang secara khusus diperuntukkan untuk anak-anak. Sekitar tahun 70-an di abad XIX ia membuat beberapa karangan seperti Azbuka, Novaya Azbuka. Bahkan karyanya yang berjudul Pervaya Russkaya Kniga dlya Cteniya dan Vtoraya Russkaya Kniga dlya Cteniya ia tulis ditengah upayanya menyelesaikan salah satu karya besarnya “Anna Karenina.”

Demikian besar perhatian Tolstoy terhadap masa depan anak-anak sampai ia mengungkapkan sebuah pesan khusus kepada saudaranya A.A Tolstoy, “Setelah menulis Azbuka tersebut, saya baru bisa mati dengan tenang.”

Sungguh beruntung anak-anak Rusia yang mengetahui kepedulian sastrawan besar mereka. Kita juga berharap meski tak habis pikir, karena tidak banyak dijumpai sastrawan terkemuka negeri ini yang mencoba memberikan pengayoman, pembelaan dan penyadaran terhadap anak-anak lewat buah karya mereka. Sehingga kelak kita tak perlu terhenyak lagi oleh kejadian yang membuat suram masa depan anak-anak negeri ini seperti kasus JIS dan kasus-kasus anak lainnya. Semoga.   

 

0 komentar:

Posting Komentar